reyysajaa

Hasra menggusak rambutnya kesal, menatap kepingan lego yang berhamburan di lantai.

Lego yang berbentuk bunga itu hancur seketika ulah makhluk berbulu kepunyaan Kenzie.

“dont look at me like that, nakal!” Tegas Hasra menyentil bagian kepala atas si kucing.

Tentu saja Mr walter tidak terima, ia memukul tangan Hasra dengan paws miliknya lalu meninggalkan Hasra tanpa perasaan bersalah sama sekali.

Sepertinya kucing itu benar-benar memiliki perasaan benci kepada Hasra.

Hasra menghela nafasnya gusar, ia stress sendiri karena harus mencari beberapa potongan lego yang bersembunyi di sekitaran kamar Hasra.

Namun tidak merubah keadaan, banyak bagian-bagian lego yang masih menghilang.

Hasra hanya bisa menemukan 3 kepingan lego.

Mungkin saat Hasra merakit legonya ulang, ia harus menggunakan kekreatifannya karna beberapa bagian menghilang.

Dasar kucing tidak tahu diri, dia yang buat dia yang bodo amat.

“Nunggu lama ya? Maaf ya kak.” Ujar Reyza saat memasuki mobil hitam milik sang kekasih.

“Engga kok sayang, kaka baru aja nyampe”

Dirasa Reyza sudah memakai sabuk pengaman dan duduk nyaman di kursi samping pengemudi, Hesya selaku kekasih Reyza melajukan mobilnya.

“Kamu mau makan malam dimana?”

“Yang simple aja kak, aku lagi mau dining di tempat yang outdoor pemandangannya laut gitu dan bisa liat bintang!” Ucap Reyza girang, Hesya terkekeh kecil.

“anything for you, kita cari ya tempat makan yang seperti itu.”

Selama perjalan keduanya sibuk mengamati pemandangan jalan yang padat sekaligus mendengarkan lagu yang di putar oleh radio mobil.

“Kamu cantik banget malam ini.” Puji Hesya secara tiba-tiba, pipi Reyza bersemu merah muda bagai buah persik.

“Kaka juga, hari ini penampilan kaka menawan, omong-omong di belakang ada jas, baju ganti kaka kah?”

“Iya sayang. Kaka masih pakai baju kantor, ga sempet ganti baju karna buru-buru mau lihat wajah manis kamu.”

Perlahan tangan kiri Hesya menggenggam tangan Reyza, mengangkatnya lalu mengecupnya.

Reyza cukup terkejut karna perlakuan Hesya yang tiba-tiba namun perlahan ia tersenyum tipis.

Selang 20 menit berkeliling kota, akhirnya kedua insan itu menemukan tempat makan yang cocok.

Hesya memarkirkan mobilnya sedangkan Reyza sedang sibuk merapihkan pakaiannya.

Selesai memarkirkan mobil dengan benar Hesya keluar dari mobil, memutari mobil tersebut lalu membuka pintu kursi yang Reyza tempati.

“Ah..makasih kak.”

“no problem, honey.”

Reyza memeluk lengan Hesya, keduanya pergi kearah pintu masuk restoran sederhana yang mereka pilih.

“Untuk dua orang, kamu mau outdoor atau indoor sayang?”

“Outdoor aja kak.” Hesya mengangguk paham, memesan 1 meja dengan 2 kursi yang berada di area outdoor.

Mereka duduk di meja makan yang mereka pilih, sesuai seperti yang Reyza mau.

Restoran dengan pemandangan langit penuh bintang dan view lautan pantai.

Waiter datang ke meja mereka berdua, mempersilahkan sepasang kekasih itu untuk memesan makanan.

“Carbonaranya satu ya, minumnya lychee tea.” Ujar Reyza.

“Kalau saya steak sirloin saja, minumnya latte, terimakasih.”

Waiter tersebut mengangguk, mengambil menu yang ia kasih ke Hesya dan Reyza lalu melenggang pergi.

“Kamu suka?” Tanya Hesya menggenggam jemari Reyza.

“Suka banget, kaka pintar memilih tempat.”

“Syukurlah, kamu senang kaka juga senang.” Hesya tersenyum tenang, kembali mengecup punggung tangan Reyza.

15 menit, akhirnya pesanan keduanya datang, mereka berdua mulai memakan pesanan mereka.

Sesekali Pria berumur 25, Hesya menatap kekasihnya yang makan dengan lahap.

Reyza yang menyadari jika sedari tadi Hesya menatapnya mulai menatap Hesya balik.

“Kaka jangan natap aku terus, makan steaknya.”

“Kaka lihat kamu makan juga udah kenyang sepertinya” Ujar Hesya lalu di akhiri kekehan kecil.

“Ihh abisin makanannya, jangan buang makanan.”

“Iya sayang, kaka habisin.”


Selesai membayar makanan mereka, sepasang kekasih yang sudah menjalin hubungan sekitar 4 tahun itu pergi ke taman.

Reyza memeluk lengam Hesya erat, menyenderkan kepalanya ke pundak lebar Hesya lalu menatap lautan pantai.

“Kamu senang hari ini pergi sama kaka?

“Seneng banget! Makasih udah luangin waktu buat aku.”

Hesya tersenyum, menggusak surai hitam legam Reyza lalu mengecup dahinya.

“Kaka selalu siap luangin waktu buat kamu, bilang ya kalau mau sesuatu, jangan merasa keberatan sayang.”

Reyza mengangguk kecil, kedua insan tersebut menatap bintang yang bertaburan banyak di langit malam ini.

“Kaka sayang banget sama kamu, kaka bersyukur punya kamu.”

Hesya secara tiba-tiba melenggangkan pelukan Reyza di lengannya, ia menggenggam tangan Reyza.

Tangan kanannya meraih sesuatu barang di dalam saku jasnya.

Hesya mengeluarkan kotak berbulu berwarna merah, membuka kotak tersebut lalu memasangkan cincin ke jari manis Reyza.

“Kamu mau kan? jadi teman hidup kaka?”

Reyza membeku, perlahan ia menganggukan kepalanya.

Memeluk Hesya dengan erat, seakan Hesya akan pergi jauh dari dirinya.

Menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Hesya, Hesya membalas pelukan kekasihnya.

“Kaka, makasih.” Gumam Reyza, Hesya mengangguk, mengangkat wajah Reyza yang  sembab akibat menangis.

Netra mereka bertemu dan dalam hitungan detik, Hesya membawa Reyza ke dalam sebuah ciuman.

Bukan ciuman penuh nafsu, namun ciuman penuh rasa cinta Hesya kepada Reyza.

10 detik berciuman, Hesya melepaskan ciumannya, ia menangkup pipi Reyza. Mengecup dahi Reyza kembali lalh memeluknay dengan erat.

“i love you so much, Reyza Adam.”

*“i love you more, Hesya.”

“Gila anjing? Dia minum berapa banyak?” Ujar Mahen ketika melihat Jaya yang tepar di gendongannya.

“Gue gatau, 3 botol kayaknya..” cicit Juna, Mahen menggelengkan kepalanya pelan heran dengan tingkah laku anak blangsakan tersebut.

“eum..”

Mahendra bisa merasakan Jaya kini menggeliat di dalam gendongannya, semakin mengeratkan pelukan pada lehernya dan mendusalkan wajahnya lebih dalam di ceruk leher Mahendra.

Mahendra membuka pintu mobil milik Jaya lalu menidurkannya di kursi penumpang dan memasangkan seat belt untuknya.

Hening melanda keduanya, tentu saja karena Jaya masih terlelap nyenyak.

Mahendra sesekali mencuri pandangan ke arah Jaya, menatap wajah milik sang musuh.

Bisa Mahen akui, Jaya memang mempunya paras yang indah.

“Mahen lo mikir apaansih, ayo fokus nyetir aja lo.” gumam Mahen kecil lalu kembali memfokuskan atensinya ke arah jalanan yang ramai.

Setelah 20 menit perjalanan, Mahen tiba di kediaman Jaya.

Jujur saja Mahen menahan nafasnya sebentar ketika melihat besarnya rumah Jaya, rumah itu benar-benar besar sepertinya 2 kali lipat lebih besar dari rumahnya.

“Jay..udah nyampe.” lirih Mahen kecil sembari menengok ke arah Jaya yang masih tertidur pulas.

Mahen menghela nafas gusar lalu keluar dari pintu mobilnya, berjalan ke arah pintu mobil penumpang lalu membukanya.

Dengan perlahan ia buak seat belt yang ia pasangkan kepada Jaya dan mengangkat tubuh lumayan ringan itu ke dekapannya.

Mahen berjalan ke arah pintu utama rumah Jaya dan memencet bell yang terpasamg di tembok rumah tersebut.

2 pria keluar dari pintu rumah itu dengan baju yang sama.

“Loh kak Jaya, ini siapa?” Ujar Jaka lalu melirik Mahen dan Jaya bergantian.

“G-gue temen kaka lo, ini dia tadi ketiduran di mobil.” Mahen menyerahkan Jaya kepada Jaka, untung saja pria itu masih bisa menggendong sang kakak.

“Jaka, lo duluan aja.”

Jaka mengangguk paham, sepertinya kembarannya itu akan mengintrogasi pria yang membawa pulang kakaknya.

Saka melirik tajam ke arah Mahen.

“Lo engga apa-apain kaka gue kan?” Mahen menggrleng sebagai jawaban dari pertanyaan Saka.

“Ini kunci mobil kakak lo, gue pulang bakal naik ojek aja”

Mahen tidak mau berlama-laman di tatap dengan pemuda tampang es ini.

Dengan cepat Mahen keluar dari kediaman itu, ah sial adik-adik Jaya mengapa menyeramkan!

“Ayang~” panggil Sunghoon dengan nada merayunya namun atensi Jongseong tetap saja tertuju pada layar laptop.

Sejak Sunghoon datang, Jongseong tidak mengajaknya berbicara banyak.

Jongseong memang serius jika suda menyangkut dengan tugas-tugas.

Sunghoon menyipitkan matanya menatap Jongseong yang sesekali menguap karena kantuknya susah di tahan.

Tanpa memberitahu, Sunghoon menarik pinggang Jongseong agar lelaki bersurai cokelat itu duduk di pangkuannya.

Dagu Sunghoon, Sunghoon tumpuk di atas kepala Jongseong.

“Hoon ih..” gerutu Jongseong kesal.

“Apa? Kamu dari tadi diemin aku, tugas lebih penting ya dari aku?”

“Jelas lah! Kamu kan gabisa bikin nilai aku bagus!” Sunghoon menukik alisnya tajam ketika mendengar perkataan Jongseong.

“Lepas ah, mau balik nugas aku.”

“Gini aja, masih bisa nugas kan walau di pangku aku?”

Jongseong memutarkan bola matanya malas lalu mengiyakan saja perkataan Sunghoon, ia hanya ingin tugasnya selesai hari ini.

Hening menemani mereka berdua, tidak ada yang mengeluarkan suara.

Terlalu sibuk dengan pikiran juga pekerjaan diri sendiri.

Keheningan itu pecah ketika Jongseong membuka suara.

“hoon, tangannya ih keluarin.” Ujar Jongseong sembari menarik-narik pergelangan Sunghoon.

“Gini aja enak tau anget.”

Jongseong mendengus kesal, membiarkan tangan Sunghoon melingkar dengan indah di pinggangnya.


Cw // little bit intense kissing scene, kissing, bxb, harsh word.


Kini kedua insan tersebut sedang memeluk satu sama lain.

Lebih tepatnya Jiseok memeluk pinggang yang lebih muda dengan erat, menumpukan dagunya di bahu Jooyeon sembari melihat aktifitas yang kekasihnya lakukan di layar digital itu.

“Jo.”

“Hm?” Gumam Jooyeon pelan.

“Kaka kangen bibir kamu.”

Jooyeon tiba-tiba bangkit dari acara tidurannya ia tersedak ketika Jiseok melontarkan kalimat tadi dengan nada kelewat santai.

“Kenapa sayang?”

“A-ah engga apa apa.”

Jooyeon beranjak dari kasurnya dan berjalan pelan ke arah pintu kamarnya, ia memilih keluar dari ruangan yang ia tempati bersama Jiseok, guna menenangkan perasaannya.

Memasukan beberapa es batu ke dalam gelas lalu mengisi gelas dengan jus jeruk yang ia beli kemarin sore.

Jooyeon selalu saja salah tingkah ketika Jiseok meminta untuk bercumbu, hubungan mereka bisa dibilang sudah cukup lama tapi tetap saja Jooyeon masih malu.

“Jo? Sayang? Kenapa melamun disini?”

Jooyeon kembali tersentak kala indra pendengarannya mendeteksi suara berat milik sang kekasih, ia juga bari sadar ada tangan yang memeluk pinggangnya kembali, siapa lagi kalau bukan kwak ji seok.

“Ah itu banyak pikiran aja kak.” Ujar Jooyeon santai, ia mulai duduk di pinggiran counter dapur dorm mereka, menatap Jiseok yang sibuk menegak air di dalam botol mineral.

“Kamu kepikiran soal tadi ya? Gausah di pikirin sayang, kalau emang gamau, yaudah gapapa.” Balas Jiseok, ia tidak mau membuat kekasihnya risih.

“Bukan gitu kak, aku cuman kadang suka kaget aja, bukannya gamau..”

“Yaudah gapapa kok sayang, kaka juga tiba-tiba banget ngomongnya, tapi emang lagi kangen soalnya.” Jiseok mengakhiri ucapannya denga  kekehan kecil, sedangkan Jooyeon sibuk dengan pikirannya.

“Kak, tatap aku.”

“Kenap—

Tanpa persiapan apapun Jooyeon menempelkan bibirnya tepat di bibir Jiseok.

Jangan tanya tentang perasaan Jiseok sekarang, tentu saja Jiseok sangat senang.

Maka ia balas pagutan kekasihnya dengan lembut, tangan Jooyeon melingkar indah di leher Jiseok.

Keduanya memperdalam cumbuan mereka, Jiseok kembali memeluk pinggang ramping si manis di depannya.

Jooyeon memutuskan pagutannya terlebih dahulu karena kehabisan nafas.

Ia terengah-engah, bibirnya yang awalnya kering kini berubah menjadi mengkilat dan memerah akibat ciuman tadi.

“Cantik banget pacarnya kaka, bagian leher kaka boleh cium juga?”

Jooyeon membulatkan matanya, pipinya merona lagi-lagi akibat perkataan Jiseok.

Dasar nafsuan! pekiknya dalam hati.

“Sayang, pertanyaan kaka belum di jawab loh.”

Jooyeon nampak ragu namun tetap mengiyakan permintaan Jiseok.

“Padahal kaka cuman bercanda, tapi kalo kamu ngebolehin yaa, kenapa engga di coba?”

Baru saja ingin menempelkan ranumnya di leher jenjang sang kekasih tiba-tiba saja kegiatan mereka di ganggu dengan suara pekikan kesal yang berasal dari pintu masuk dorm.

“Kalo mau berbuat mesum jangan di dapur dong!” Pekik Jungsu emosi akibat mereka.

“Ah bang, lo ganggu aja anjing” Umpat Jiseok kesal, Jungsu hanya melirik Jiseok tajam.

Jooyeon? Ia kini tertawa terbahak-bahak karena ekspresi kesal kekasihnya.


“Terimakasih”, Sunghoon mulai mengambil latte pesanannya lalu keluar dari cafe kecil yang berada di mall yang ia kunjungi.

Tangan kanannya memegang latte sedangkan tangan kirinya menenteng baju yang baru saja ia beli.

Untuk siapa? Tentu untuk sugar baby kesayangannya.

Ia berjalan dengan santai, melihat keadaan pusat belania yang kini rame karena hari libur.

Namun acara jalan santaibya berhenti ketika ia melihat seseorang yang ia kenali, Jay.

Jay yang kini sedang bergandengan dengan pria yang sepertinya seumuran dengannya.

Matanya memanas kala melihat si manis bergandengan dengan orang lain sembari tersenyum cerah.

Sunghoon mulai mengeluarkan ponselnya, mencari kontak Jay lalu menekan icon bergambar telfon genggam yang tertera di layar.

Ketika sambungan telfon mulai terhubung Sunghoon langsung bersuara, “Jay, kau sedang di mall bukan sekarang?”

“Huum, t-tadi sehabis acara sekolah selesai, aku tiba tiba ingin sekali kesini” Jawab si manis melalui telfon.

“Siapa yang kau genggam? Apakah itu pacarmu?” Selidik Sunghoon, ia benar-benar tidak suka melihat si manis berjalan dengan orang lain.

*“uuh, bukan! Dia temanku Hoon, tadi saat aku ingin ke mall dia juga ingin ikut”

Sunghoon menghela nafas lega, “baiklah, kalau begitu. Jika kau membutuhkan sesuatu telfon saja saya”.

“ay ay captain! Aku tutup dulu yaa, dadahh”

Sambungan telfon mulai terputus secara sepihak, Sunghoon tersenyum kecil ia kembali melanjutkan acara jalannya.

Sedangakan di lain sisi..


“Siapa sayang?”

“Temen aku mister, hehe” Ucap Jay sembari memamerkan senyumnya buat Heeseung terkekeh gemas.

“Habis ini mau kemana lagi?”

“Pulang aja deh mister, udah jam 8 juga, aku ngantukk”

“Yaudah, ayo pulang”

Heeseung merangkul pinggang ramping si manis lalu mengecup pucuk kepala bersurai blonde itu.


“Terimakasih”, Sunghoon mulai mengambil latte pesanannya lalu keluar dari cafe kecil yang berada di mall yang ia kunjungi.

Tangan kanannya memegang latte sedangkan tangan kirinya menenteng baju yang baru saja ia beli.

Untuk siapa? Tentu untuk sugar baby kesayangannya.

Ia berjalan dengan santai, melihat keadaan pusat belania yang kini rame karena hari libur.

Namun acara jalan santaibya berhenti ketika ia melihat seseorang yang ia kenali, Jay.

Jay yang kini sedang bergandengan dengan pria yang sepertinya seumuran dengannya.

Matanya memanas kala melihat si manis bergandengan dengan orang lain sembari tersenyum cerah.

Sunghoon mulai mengeluarkan ponselnya, mencari kontak Jay lalu menekan icon bergambar telfon genggam yang tertera di layar.

Ketika sambungan telfon muali terhubung Sunghoon langsung bersuara, “Jay, kau sedang di mall bukan sekarang?”

“Huum, t-tadi sehabis acara sekolah selesai, aku tiba tiba ingin sekali kesini” Jawab si manis melalui telfon.

“Siapa yang kau genggam? Apakah itu pacarmu?” Selidik Sunghoon, ia benar-benar tidak suka melihat si manis berjalan dengan orang lain.

*“uuh, bukan! Dia temanku Hoon, tadi saat aku ingin ke mall dia juga ingin ikut”

Sunghoon menghela nafas lega, “baiklah, kalau begitu. Jika kau membutuhkan sesuatu telfon saja saya”.

“ay ay captain! Aku tutup dulu yaa, dadahh”

Sambungan telfon mulai terputus secara sepihak, Sunghoon tersenyum kecil ia kembali melanjutkan acara jalannya.

Sedangakan di lain sisi..


“Siapa sayang?”

“Temen aku mister, hehe” Ucap Jay sembari memamerkan senyumnya buat Heeseung terkekeh gemas.

“Habis ini mau kemana lagi?”

“Pulang aja deh mister, udah jam 8 juga, aku ngantukk”

“Yaudah, ayo pulang”

Heeseung merangkul pinggang ramping si manis lalu mengecup pucuk kepala bersurai blonde itu.

The Night


Jongseong berlari secepat mungkin sembari membawa keranjang berisi apel miliknya.

Berusaha menghindari serigala yang kini juga mengejarnya dari belakang.

“Seharusnya aku pulang sebelum senja!” Gerutu Jongseong, ia masih berlari dengan kecepatan tinggi berdoa semoga ia tidak menjadi santapan sang serigala malam ini.

Ia kenal jelas siapa serigala itu, Park Sunghoon.

Para penduduk desa mengenal serigala gila yang tinggal di hutan gelap jauh dari desa, serigala itu gila akan kelinci.

Sejak awal memang seharusnya Jongseong mendengar nasihat tetangganya yang melarang dirinya masuk ke dalam hutan besar gelap itu.

Tempat dimana Sunghoon hidup.

“Ha..ah”

Nafas Jongseong terputus-putus akibat berlari, ia harus sampai dengan keadaan selamat.

Namun sepertinya Tuhan sedang tidak berpihak kepada dirinya, kakinya tersandung dahan pohon besar membuat dirinya terjatuh.

Matanya melirik kearah depan, ia berusaha untuk berdiri namun sia-sia kakinya terlalu lemas, belum lagi lututnya kini terluka.

Ia bisa melihat sebentar lagi matahari akan muncul, namun Sunghoon sudah di depannya.

Aksi Sunghoon terhenti ketika Sunghoon sadar matahari sudah terbit, Sunghoon mengerjapkan matanya ketika melihat Jongseong yang masih berada di tanah.

jujur dirinya terpesona, melihat kedua telinga putih milik Jongseong dan juga ekor mungil semulus kapas yang menempel di tulang ekor Jongseong.

Perlahan Sunghoon mendekati Jongseong namun Jongseong mulai mundur, ia takut Sunghoon belum sepenuhnya kembali seperti normal.

“Aku sudah kembali, kumohon jangan takut.”, Jongseog menatap Sunghoon ragu-ragu.

Sunghoon mulai mengumpulkan apel-apel milik Jongseong dan memasukanya ke dalam keranjang yang di bawa kelinci itu.

“Ini, apa ada yang luka?”

Jongseong melirik ke arah lututnya, buat Sunghoon ikut melihat lutut Jongseong yang berdarah.

“Maaf kan aku, tadi malam adalah blood moon aku tidak bisa mengendalikan diriku”

“Tidak apa-apa, sebaiknya aku pergi dari sini”

Jongseong meraih keranjang yang berisi apel itu, sebelum dirinya melangkah ia menatap Sunghoon.

Mendekati serigala tinggi tersebut lalu memberi kecupan di hidung sang serigala.

“Terimakasih, dan sampai jumpa”

Jongseong berjalan mrnjauh dari hutan tempat dimana Sunghoon berkuas, Sunghoon mematung ketika hidungnya di kecup oleh Jongseong, si kelinci putih.

Serigala tinggi tersebut mulai menyeringai.

“Ahh Jongseong, kelinci bodoh”

1O. Pekerjaan Jaya

________

Jaya mulai membuka pintu mini market, dengan malas ia mulai menuju ke arah ruangan staff only lalu menaruh tas gitarnya.

“Lo pulang aja, gue yang urus” Ucap Jaya kearah lelaki bersurai coklat yang diketahui bernama Juna, adik kelasnya.

“Beneran kak?”

“Iya”

Dengan sigap Juna langsung pergi dari tempat kasir itu lalu mengambil tasnya dan keluar dari minimarket.

Jaya menghela nafas kasar, ia memilih untuk duduk di kursi yang ada di meja kasir dan memainkan ponselnya.

Suara loncang dari pintu minimarket buat Jaya menoleh, dahi Jaya mengernyit mukanya berubah masam ketika mengetahui siapa yang baru saja masuk.

Mahen, gumamnya kecil.

Kala melihat sang musuh sedang berjalan ke arah meja kasir, Jaya mulai mengambil sebatang rokok.

Namun belum sempat menyalakan rokok tersebut, rokok yang di apit mulut Jaya di ambil dan di gantikan oleh permen lolipop.

Jaya menukikan alisnya, melirik tajam ke arah pelaku yang baru saja mengambil rokoknya.

“Belajar gantiin permen sebagai rokok, rokok gabaik buat kesehatan lo”

Jay bungkam, ia memutarkan matanya malas kala mendengar nasihat Mahen.

“Berisik, cepet belanjaan lo mana?”, Mahen mulai lalu menaruh sebungkus kripik pedas di meja kasir tersebut.

“Sama buatin gue latte 1”

Jaya mendengus kasar. dasar banyak mau, gumam Jaya.

“Nih latte sama kripik lo.”

“Makasih”

Tak ingin membuang banyak waktu dan membuat suasana menjadi semakin canggung, Mahen memilih untuk langsung keluar dari minimarket.

“Gajelas.” Umpat Jaya kesal.

CAR


Jay mulai memasuki mobil hitam milik Jake, lalu duduk di kursi sebelah kursi pengemudi.

Jake menoleh lalu tersenyum ketika melihat Jay yang masih mengenakan rok yang ia pakai saat manggung.

“Kan cantik, cocok banget make rok”, Tangan besar milik Jake mulai meraba paha Jay yang terbuka, dengan cepat Jay memukul tangan Jake membuat pria berdarah aussie itu mendesis kesakitan.

“Anjing”

“Gausah raba-raba paha gue bangsat, kek om pedo aja lo”

Jay mengabaikan Jake yang kini mengibaskan tangannya karena pukulan yang baru saja Jay berikan.

Merasa tangannya sudah membaik, Jake mulai memakai seat beltnya dan melajukan mobil miliknya dengan kecepatan normal.


Sial, Jake benar-benar di buat tidak fokus menyetir karna Jay.

Pria bersurai blonde itu sedari tadi menggerakan kakinya, mengibaskan roknya membuat paha mulus miliknya makin terekspos jelas membuat Jake sesak.

Dengan tiba-tiba Jake menghentikan mobilnya lalu menoleh ke arah Jay yang kini menatapnya dengan raut ke bingungan.

“Gue sesek, bantuin.”

Mata Jay membulat, dengan cepat ia menggeleng tanda tidak setuju.

“Gamau anjing.”, protes Jay sembari melotot ke arah Jake, Jake berdecak malas membuka seat beltnya lalu menurunkan zipper celana jeansnya.

Mengeluarkan penis besar miliknya yang sudah berdiri tegak sedari tadi, Jay makin melotot kala melihat Jake dengan santainya mengeluarkan kemaluannya di depan Jay.

“Cepetan, gue cuman minta lo nyepongin gue.”

“Tetep bangsat, gue gamau”

Jake mendengus kesal, lalu mendorong kepala Jay ke bawah. Tepat di depan penisnya.

Ujung penis Jake menyentuh hidung bangir Jay, membuat Jay memberontak paksa.

“Jay, kulum.”, nada berbicara Jake mulai berubah menjadi tegas, mau tidak mau Jay harus mengulum penis kepunyaan anggota bandnya.

Perlahan ia menuntut penis Jake untuk memasuki mulutnya, tidak sepenuhnya masuk karna Jay tidak akan kuat.

Jay mulai menjilat ujung penis besar yang berada di genggamannya, lidah menari di kulit penis Jake membuat empunya menggeram.

fuck, mulut lo emang paling cocok buatngulum penis gue Jay.

Jake mulai menghentakan pinggunya, membuat Jay tersedak karena penis Jake, matanya berkaca-kaca akibat hentakan Jake.

Ia benar-benar kacau sekarang.

Jay ingin semua ini cepat berakhir, ia mulai mempercepat kulumannya.

Jari-jari kecilnya ikut memijat kemaluan Jake, membuat pria aussie itu mendesahkan namanya berkali-kali.

Seakan tahu jika Jake akan mencapai puncaknya, Jay mulai mengeluarkan penis Jake dari mulutnya.

Membiarkan cairan sperma Jake mengotori wajahnya, Jake terkekeh kala melihat wajah Jay yang kotor karena spermanya.

“Cantik, cantik banget kalo mukanya penuh sperma gue.”

“Gausah ngegombal brengsek, tisu mana?”

Jake tertawa kecil ketika mendengar nada Jay yang berubah total, ia mulai memberikan 2 lembar tisu kepada Jay.

Tanpa menunggu-nunggu, Jay merampas tisu pemberian Jake lalu mengelap sperma yang mengotori wajahnya.

Jake sialan, gumam Jay kecil, menghiraukan Jake yang masih tertawa karema tingkahnya.

“Cepetan jalanin mobilnya, gue mau mandi”

“Iya-iya, bawel banget kucing”