reyysajaa

Keduanya sibuk mencari buku yang mereka inginkan, tidak, yang sibuk hanya Taki saja. Ni-ki sibuk memainkan jarinya sesekali menatap Taki yang masih mencari buku untuk di baca, ia gigit bibirnya, bagaimana caranya untuk memulai semuanya?

“Ni-ki? Kamu engga nyari buku?” Tanya si mungil yang menghampirinya sambil membawa 2 buku tebal di tangannya, ah Taki memang seorang kutu buku. Ketika di sekolah ia akan menghabiskan waktu istirahatnya dengan membaca buku dan mempelajari ulang materi yang sudah ia pelajari.

“E-eh? Udah kok nih, aku ambil komik romance?” Ni-ki gugup, ia mengambil asal dari rak lalu menunjukannya ke Taki namun raut Taki berubah, Ni-ki tidak bisa membaca tatapan yang di berikannya.

“Ni-ki—yang kamu pegang Alkitab..”

Lirih Taki buat Ni-ki sadar dan menoleh ke samping, menatap Alkitab yang kini ia pegang dengan tangan kirinya, ia mulai tertawa canggung lalu kembali memasukan Alkitab tersebut ke dalam rak.

“Ah! Salah ambil hehe..” Taki menggeleng kecil dan berjalan kearah meja terdekat lalu mendudukan dirinya di kursi yang tersedia, mulai membuka buku yang ia bawa.

Sedangkan Ni-ki? Dirinya pergi kearah rak buku yang berisi komik jepang, ia merogoh sakunya, ada stickynote.

Maka dengan kreativitasnya yang terbatas Ni-ki mengambil pulpen dari meja terdekatnya lalu menulis di sticky note yang ia temukan, dan ia tempel di komik tersebut.

Ni-ki berjalan cepat menuju meja yang di tempati oleh pujaan hatinya, menatapnya lamat-lamat, parasnya yang cantik nan juga menggemeskan itu mampus buat hati Ni-ki luluh hanya dengan sekali pertemuan.

Ni-ki berdehem rendah dan menarik kursi yang ada di sebelah Taki lalu mendudukinya, sesekali melirik kearah samping lalu tersenyum kecil.

Ia sodorkan komik jepang yang ia bawa ke Taki dan memberi isyarat untuk mengambil dan mengecheck bagian belakang komik itu.

Taki menatap bingung, membalikkan komik jepang itu dan mendapati sticky note kuning menempel di cover buku.

“pertama kali bertemu, aku jatuh hati pada paras dan senyumanmu, ketika sudah mengenal lama aku jatuh hati kedua kalinya namun sekarang pada sikap mu yang manis dan lembut, kini aku tidak tahu sudah berapakali aku jatuh cinta kepada dirimu. Dan hari ini aku menyatakan semua yang ku rasakan, will u be my boyfie?”

Taki tersenyum kecil, matanya melirik kearah Ni-ki yang masih setia menunggu jawaban Taki. Kepalanya ia anggukan mantap, dengan arti bahwa ia menerima Ni-ki sebagai pacarnya.

“Aku mau kok.”

@mangoreyy

Huekk uhh abim gamau makan!” Rewel nathan menggeleng-gelengkan kepalanya tidak mau menerima suapan bubur yang disediakan untuk dirinya.

“Kenapasih lo? Tiba-tiba sakit mual?”

Nathan memanyunkan bibirnya, Abim menghela nafas lelah lalu menaruh sendok yang berisi bubur tersebut kembali ke mangkok.

“Gatau..dari kemaren mual sama pusing.” Ujat Nathan melirih, dan kembali mengistirahatkan badannya di kasur.

Abim berdiam cukup lama lalu kembali membuka suara, “terakhir lo main sama Om Hendra, sempet pakai kondom?”

Pertanyaan Abim engan Nathan jawab karena kenyataannya, Hendra tidak memakai pengaman saat berhubungan dengan dirinya.

“*Fuck! Kenapa ga lo pake!” Gertak Abim penuh amarah dan taruh mangkok isi bubur dengan sedikit keras ke meja.

“Aku lupa ab—

“TAU LO LUPA KALAU GINI MAU GIMANA! Gue gamau terjadi apa-apa sama lo..” Abim terduduk lesu di lantai, gapai tangan Nathan dan menggenggamnya erat.

“Gue bakal beliin test pack, semoga aja hasilnya memuaskan.”

Nathan tidak mempunyai energi untuk membalas ucapan Abim, maka ia hanha mengangguk sebagia bentuk jawaban.

@mangoreyy

Heeseung buka pintu kostannya dan temuka kucingnya yang tergelatak di lantai sibuk menggigit sandalnya.

“Gue tau lo laper, tapi gausah gigitin ini.” Ujar Heeseung lalu menarik sandalnya mencoba melepaskan barang tersebut dari gigitan Seong.

Seong mendesis lalu menggigit celama Heeseung, ia marah karena tuannya telat memberi dirinya makan.

“Grrrr....meow! Meow!” dirinya masih setia menggigit celana Heeseung, sesekali menendangnya.

“Shutt, jangan marah.” Heeseung coba tarik buntalan bulu itu agar terlepas dari celananya dan akhirnya berhasil.

Muka makhluk berbulu itu menatap Heseeung galak, “nyaa! Meow—ssh.” ia memberontak di gendongan Heeseung.

“Astaga sabar!”

Kini keduanya sibuk berpelukan mesra seakan tiada hari esok, bubur yang baru saja Hendra beli kemungkinan sudah berubah menjadi dingin karena tidak cepat dimakan.

“Om kenapa tiba-tiba ninggalin! Kan bisa bangunin aku :(” Ujar Nathan dengan nada manja, tangannya masih setia memeluk erat lengan kekar Hendra.

“Kamu pules banget sayang, Om gamau ganggu istirahat kamu. Pasti capek kan semalem sampai gabisa turun dari kasur? Maaf ya sayang.” Hendra usap kening Nathan lalu berikan kecupan kecil di sana.

Nathan tersenyum lucu dan berikan ciuman singkat di bibir Hendra.

Suara bel yang menggema mengintrupsi kegiatan mereka, Hendra bangkit dari kasur dan hendak turun ke bawah memastikan siapa yang datang di pagi-pagi buta ini.

Ia cek kamera cctv dan raut wajahnya seketika berubah masam saat tahu siapa orang yang bertamu.

Nathan yang menyadari perubahan wajah pujaan hatinya bangkit lalu duduk di kasur.

“Kenapa Om? Siapa yang dateng?”

Hendra berdecak sebal lalu merapihkan rambutnya, “Istri saya, kamu tunggu disini ya sayang.”

Hendra turun ke bawah dan segera membuka pintu, ia bisa lihat istrinya atau mungkin bisa di panggil calon mantan istrinya datang dengan pakaian seksi sepertinya ia baru saja pulang berpesta.

“Ada perlu apa lagi?”

Wanita itu, atau kita sebut saja Raveyn. Wanita yang mencintai Hendra hanya karena kekayaannya dan memilih untuk bermain belakang.

“Hendra i miss you so much..” Raveyn melangkah maju lalu memeluk tubuh besar Hendra, Hendra tidak membalasnya biarkan Raveyn memeluknya sesuka hati.

“Saya engga.” Raveyn melepaskan pelukannya lalu mengerucutkan bibirnya, ia beranjak kearah sofa lalu duduk tanpa meminta izin.

“Aku tadi lihat ada sepatu orang lain disini, kamu bawa orang luar kesini?” Raveyn tatap selidik Hendra sedangkan empunya mendengus kesal.

“Kalau iya emang kenapa? Ga ada urusannya sama kamu.”

“Tapi aku istri kamu! Aku berhak curiga!” Hendra terkekeh lalu menyunggingkan senyumnya.

“Baru kali ini ngaku jadi istri saya?”

Raveyn bergumam penuh emosi, suara bocah yang memanggil nama Hendra mengalihkan atensinya.

“Ommm Hendraa, Nathan kenapa di tinggalin! Nathan mau mandi.”

Sialan Hendra lupa bahwa Nathan masih ada dirumahnya, maka dengan tergesa-gesa ia naik ke lantai atas mengabaikan teriakan calon mantan istrinya yang memanggil namanya dengan penuh amarah.

“Maaf ya Om lupa.”

Nathan menatap Hendra tak suka, tangannya ia lipat di dada dan wajahnya engan melihat Hendra.

“Jangan ngambek sayang, iya ini saya antar ke kamar mandi.”

Hendra bawa Nathan kedalam gendongannya lalu ia bawa keluar dari kamar milik Hendra. Nathan yang menyadari bahwa di lantai bawah ada tamu, atau istri dari Hendra, langsung memekik kecil.

“Haii tanteee~” Sapanya tanpa penyesalan.

@mangoreyy

Mata Nathan berbinar ketika mobil yang ia tumpangi memasuki pekarangan rumah besar nan megah kepunyaan om gulanya.

“Rumah Om besar bangett, lebih besar dari rumah aku.” Ucapnya antusias masih memandangi rumah tersebut tanpa henti, Hendra tertawa kecil lalu mematikan mesin mobil. Dirinya keluar lalu mulai memutari mobilnya untuk membukakan pintu penumpang yang diisi oleh Nathan.

Nathan beranjak untuk berdiri, pinggangnya di rangkul oleh Hendra lalu keduanya masuk ke dalam rumah besar tersebut.

Ketika masuk, mereka berdua di sambut oleh para pelayan yang bekerja disana, namun raut wajah mereka sedikit membingungkan?

“Kamu duduk aja sayang, Om ambilin minumannya dulu.” Nathan anggukan kepalanya lalu menyamankan posisinya di sofa besar yang terletak di tengah-tengah rumah.

Ia bisa merasakan beberapa pelayan sibuk menatapinya dan membicarakan dirinya di belakang, ah Nathan jadi merasa risih dan ia tidak suka akan hal itu.

Semua yang Nathan mau harus di turuti.

Hendra kembali, menghampiri dirinya sembari membawa sebotol minuman mengandung alkohol yang ia ambil di dapur.

Hendra yang merasa bahwa raut wajah kesayangannya berubah drastis dengan cepat duduk di sebelahnya, lalu bawa Nathan ke dalam pangkuannya.

“Kenapa sayang? Kamu gasuka disini?”

Nathan menggeleng, bibirnya mengkerucut dan kepalanya menunduk, bagai kucing yang baru saja dimarahi.

“Bukann, aku risih diliatin pelayan-pelayannya Om :(”

Hendra menoleh ke belakang lalu mulai mengisyaratkan pelayannya untuk pergi ke kamar mereka masing-masing, tentu dengan takut  mereka menuruti perintah tuannya.

“Masih risih hm? Kalau masih kita pindah ke kamar.”

“Udah engga, Om bawa apa kesini?”

Nathan turun dari pangkuan Hendra lalu duduk di samping yang lebih tua dan memperhatikan Hendra yang sibuk menuang cairan berwarna ungu kemerahan ke dalam gelas.

“Wine, kebetulan Om nemu di belakang.”

Nathan mengambil gelas yang sudah terisi oleh wine lalu meminumnya sedikit, “wleee pait! Om gasuka :((”

Hendra tertawa kecil lalu mengambil alih gelas yang Nathan pegang dan ikut meminum cairan wine yang ia tuangkan.

“Kamu ga terbiasa, sayang.”

Nathan menggeleng rasa winenya masih menempel di lidahnya dan ia tidak suka, mungkin dirinya kurang cocok meminum minuman seperti itu walau dirinya berasal dari keluarga berada.

“Rasanya enak padahal manis pahit, Om suka banget.” Ujar Hendra, tangannya meraba saku blazernya lalu mengeluarkan sekotak rokok dan korek.

Ia ambil sebatang lalu di bakar dan ia apit rokok tersebut diantara belah bibirnya dan menghisapnya, dan asapnya ia keluarkan.

Nathan mendekat untuk memeluk lengan kekar Hendra, matanya sibuk mengagumi wajah Hendra yang angkuh dan gagah.

“Om ganteng banget, aku jadi penasar yang bawah segede apa.” Ucap Nathan sambil mengusap dada bidang Hendra, matanya masih setia menatap Hendra dengan seduktif.

Alis tebal Hendra naik lalu ia tersenyum melihat sifat Nathan yang bisa kita bilang memancing dirinya.

“Kamu penasaran? Mau lihat? Sini naik keatas Om.”

Nathan tersenyum senang, tanpa membalas ajakan Hendra, ia langsung mendudukan dirinya diatas perut Hendra.

Nathan sedikit memundurkan tubuhnya agar penis Hendra yang masih dibalut oleh kain celana berwarna hitam itu bertepatan dengam belahan pantatnya. Ia gesekan sedikit pantatnya untuk membangunkan penis yang masih tertidur.

“Om kemaren aku liat baju bagus banget, kayaknya lucu kalau di pake sama aku.”

“Shh—fuck”

Nathan menyunggingkan senyumannya dan kembali menggesekan belahan pantatnya, sampai ia merasakan ada tonjolan. Nathan berhasi membangunkannya.

“Pengen mancing saya? Lucu banget kamu.” Hendra lingkarkan lengannya di pinggang ramping Nathan dan ia remas dengan kencang buat Nathan tersentak dan mendesah pelan.

“Om mau aku sepong engga? Pasti Om bakal ganteng banget aku sepongin sambil ngerokok.” Tawar Nathan dan ia bubuhi kecupan di rahan Hendra buat empunya panas dingin, Hendra kembali menghisap batang rokok tersebut lalu beri anggukan menyetujui tawaran si manis.

Nathan berjongkok di depan selangkangannya, jari kecil Nathan kini mencoba menurunkan resleting lalu celananya.

Matanya kembali berbinar ketika melihat penis besae Hendra menjulang tinggi di depan wajahnya, tangannya ia bawa untuk memegang penis Hendra memberikan sensasi hangat bagi Hendra sendiri.

“Yang pinter nyepongnya, kalau gamau saya kasarin.” Hendra hembuskan asap rokoknya lalu mengusap-usap lembut surai hitam kecoklatan Nathan.

Nathan mengangguk lucu lalu mulai memasukan sebagian penis Hendra ke mulutnya, ia tidak mau tersedak karena memaksakan seluruhnya untuk masuk.

Tangannya mengurut bagian yang tidak masuk kedalam mulutnya, kepalanya mulai maju mundur memberikan kenikmatan untuk Hendra.

Lidahnya memutar di lubang uretra, matanya mengarah keatas menatap raut wajah keenakan Hendra.

Tangannya memainkan twins ball, mulutnya sibuk mengulum penis Hendra tanpa henti, sesekali tersedak karena kepalanya di tahan oleh Hendra.

“fuck—pinter banget sayang, udah sering ya?”

Kepala Nathan mengangguk, menyetujui pertanyaan yang dilontarkan oleh Hendra. Anggukan itu di balas kekehan remeh.

“emang lonte banget, anak mama tapi lonte. Suka nyepongin siapa sayang?”

Penis Hendra di keluarkan lalu Nathan ludahi dan di kocok kembali, penis berurat Hendra sesekali Nathan tepuk tepuk di pipi tembamnya.

Hendra mendecak, tangan kirinya beralih menepis pergelengan Nathan membuat aktivitas Nathan terusik. Ia cengkram rahang Nathan dengan tangan kirinya lalu menampar pipi tembam Nathan menggunakan tangan kanannya.

“Kalau ditanya jawab, saya paling gasuka pertanyaan saya di anggurin.”

Nathan mengangguk, bukannya sedih karena di tampar nafsunya makin menjadi sesudah di tampar oleh Hendra.

“Suka sepongin temen aku, kadang mereka juga colmekin aku.” Jawab Nathan tanpa merasa malu, buat Hendra kembali terkekeh. Rokoknya ia matikan lalu ia taruh di asbak yang terletak di meja, Hendra berdiri dari duduknya lalu menggendong Nathan.

“Lonte ya? Ga sekalian diewe dosen biar dapet nilai tambahan?” Telapak tangan besar Hendra menampar pantat berisi milik Nathan, Nathan memekik kencang tangannya ia kalungkan di leher Hendra.

“Maunya diewe sama Om! Punya dosen biasanya kecil-kecil.”

Hendra tertawa lalu bubuhi kecupan di pipi Nathan, Hendra bawa Nathan ke kamarnya. Ia tidak mau bermain di ruang tengah.

Nathan terjatuh diatas kasur, ia gigit bibirnya ketika melihat Hendra yang tengah melepas blazer dan kancing lengan kemejanya.

Kakinya mengangkang dengan sendirinya menyambut Hendra dengan senang hati, celana pendeknya ia tanggalkan hingga tersisa dalamannya.

“Udah ga sabar diewe sama saya? Pengen banget diewe sampe tolol.”

Nathan mengangguk lagi, ia biarkan Hendra membuka helai terakhir yang menutupi kemaluannya. Sensasi dingin dari ac yang menyala menerpa vagina Nathan.

“Cantik banget.” Puji Hendra lalu meletakan jarinya di pintu masuk vagina Nathan, ibu jari besar Hendra menggesek klitorisnya berulang kali memberi stimulasi untuk si manis.

“Waaah—Om! J-Jangan dimainin itunya..” desahan Nathan mengalun merdu memasuki indra pendengaran Hendra, mungkin saat ini desahan Nathan merupakan melody terindah yang pernah di dengar Hendra sendiri.

Hendra meraih botol yang berisi pelumas lalu menuangkan cairan pelumas ke telapak tangannya, ia tidak mau menyakiti Nathan walau tubunya sudah sepenuhnya di kendalikan oleh nafsunya.

“Om masukin jarinya ya sayang.” Nathan mengangguk dan sedetik kemudian ia bisa merasakan jari besar Hendra memasuki lubang vaginanya.

“Aaah..” ia mendesah kecil, sedikit kaget walau sudah sering melakukan kegiatan seperti ini.

Jari Hendra mulai bergerak mengocok lubangnya, tempo yang semula pelan berubah menjadi cepat seketika buat Nathan tersentak-sentak dan keenakan.

“Nyahh! Om pelan pelan shh—ah!” Nathan kelabakan ketika Hendra kembali memainkan klitorisnya, pahanya mengapit tangan Hendra namun kembali di lebarkan dengan paksa.

“mau pipis! Om mau pipis!” Nathan menggeleng berantakan, beberapa kali kocokan dan akhirnya cairannya keluar deras hingga menyemprot wajah Hendra.

Nathan lemas, kakinya masih bergetar akibat stimulasi yang di berikan Hendea barusan. Namun fokusnya pindah saat ia sadar bahwa baru saja mengotori wajah Hendra.

“Om maafin akuu, Nath ga sengaja :((” pintanya dengan manja, namun hanya dibalas anggukan kembali oleh yang lebih tua.

Hendra mengambik botol pelumas lagi, kali ini ia tuangkan cairan pelumas ke penis tegaknya, dan mengusap rata agar penisnya licin dan tidak membuat kemaluan Nathan lecet.

“Om masukin ya sayang.”

Penis besar Hendra mulai memasuki lubang Nathan dan dalam sekali hentakan Hendra mendorongnya masuk, membuat Nathan memekik kaget.

“Aah! O-Om sakit..”

Hendra memeluk tubuh kecil Nathan dan berikan kecupan kecil juga singkat di bibir Nathan, mencoba membuat Nathan rileks kembali agar Nathan tidak kesakitan.

Bahu lebar Hendra di tepuk pelan oleh Nathan, memberikan kode bahwa Hendra bisa bergerak. Hendra mulai menggerekan pinggulnya pelan, tangannya setia mencengkram pinggang Nathan.

“Ssh anget banget, cantik.”

Hendra mempercepat pergerakannya, ia mulai menumbuk titik manis Nathan dengan kasar dan cepat tidak memedulikan Nathan yang sudah berisik meminta untuk berhenti.

Tubuh sedang Nathan tersentak-sentak hingga kepala Nathan sesekali mengenai ujung pembatas ranjang. Rambut Nathan sudah berantakan, Hendra tak tinggal diam ia mulai meninggalkan tanda di sekitar perut dan dada Nathan.

“Om sayang banget sama kamu.” Hendra terus melontarkan pujian untuk Nathan sembari terus menyodok titik manis Nathan dengan kasar dan bringas.

“Ah! Ah! Ommmm~ nyah!” Nathan benar-benar berisik, benar kata keponakannya bahwa Nathan lumayan sensitif.

Nathan menggigit jari telunjuknya, manik matanya bergilir kebelakang. Ia benar-benar diewe sampai tolol oleh Hendra.

“Omm—mau pipis lagi! Wahh!” Nathan kembali mengeluarkan cairannya namun kali ini lebih sedikit ketimbang tadi, dadanya naik turun ia mencoba untuk mengatur pernafasannya.

Namun Hendra sepertinya tidak menbiarkannya untuk beristirahat sejenak, belum ada 5 menit dirinya diambang keenakan, Hendra kembali menyodok lubangnya dengan kasar.

“Enak banget memek kamu, manis. Om suka banget.”

“Pinter, enak engga di entot sampe tolol?”

“mau memeknya dimainin?”

Badan Nathan di balik menjadi tengkurap, pinggangnya di tarik dengan kasar agar Nathan bisa menungging, pantatnya beberapa kali di tampar oleh sang tuan rumah.

“mau dimasukin lagi?”

Nathan mengangguk berulang kali, tanpa aba-aba hendra kembali masuki lubang Nathan buat Nathan memekik kencang.

Hendra gerakan pinggungnya, menggoyak lubang vagina tersebut dengan kasar tanpa ampun, cengkraman di pinggang Nathan mengencang.

“Um—Aah! Mentok banget! Om mentok banget~.” Nathan bisa merasakan pergerakan penis Hendra dari perutnya.

“Sampe kecetak hahaha, mau saya mentokin lagi hm? Mau saya bikin pipis?”

Nathan terus mengangguk, ia sudah tidak memegang kendali atas tubuhnya, kepalanya dilanda kenikmatan berulang kali saat penis yang berada di dalamnya terus mengenai titik manisnya.

Klitorisnya di usap berantakan, buat pahanya bergetar karena badannya sudah mulai sensitid kembali.

“M-Mau pipis lagi! Om!”

“Aah—fuck saya mau keluar, sayang.”

Keduanya mencapai pada kenikmatan tiada tara, Nathan benar-benar di buat teler oleh Hendra. Hendra melepaskan penyatuan mereka, dirimya ambruk di sebelah Nathan lalu memeluk tubuh Nathan yang hanya di balut kaus.

“Terimakasih, cantik. Om puas banget.”

@mangoreyy.

Mata Nathan berbinar ketika mobil yang ia tumpangi memasuki pekarangan rumah besar nan megah kepunyaan om gulanya.

“Rumah Om besar bangett, lebih besar dari rumah aku.” Ucapnya antusias masih memandangi rumah tersebut tanpa henti, Hendra tertawa kecil lalu mematikan mesin mobil. Dirinya keluar lalu mulai memutari mobilnya untuk membukakan pintu penumpang yang diisi oleh Nathan.

Nathan beranjak untuk berdiri, pinggangnya di rangkul oleh Hendra lalu keduanya masuk ke dalam rumah besar tersebut.

Ketika masuk, mereka berdua di sambut oleh para pelayan yang bekerja disana, namun raut wajah mereka sedikit membingungkan?

“Kamu duduk aja sayang, Om ambilin minumannya dulu.” Nathan anggukan kepalanya lalu menyamankan posisinya di sofa besar yang terletak di tengah-tengah rumah.

Ia bisa merasakan beberapa pelayan sibuk menatapinya dan membicarakan dirinya di belakang, ah Nathan jadi merasa risih dan ia tidak suka akan hal itu.

Semua yang Nathan mau harus di turuti.

Hendra kembali, menghampiri dirinya sembari membawa sebotol minuman mengandung alkohol yang ia ambil di dapur.

Hendra yang merasa bahwa raut wajah kesayangannya berubah drastis dengan cepat duduk di sebelahnya, lalu bawa Nathan ke dalam pangkuannya.

“Kenapa sayang? Kamu gasuka disini?”

Nathan menggeleng, bibirnya mengkerucut dan kepalanya menunduk, bagai kucing yang baru saja dimarahi.

“Bukann, aku risih diliatin pelayan-pelayannya Om :(”

Hendra menoleh ke belakang lalu mulai mengisyaratkan pelayannya untuk pergi ke kamar mereka masing-masing, tentu dengan takut  mereka menuruti perintah tuannya.

“Masih risih hm? Kalau masih kita pindah ke kamar.”

“Udah engga, Om bawa apa kesini?”

Nathan turun dari pangkuan Hendra lalu duduk di samping yang lebih tua dan memperhatikan Hendra yang sibuk menuang cairan berwarna ungu kemerahan ke dalam gelas.

“Wine, kebetulan Om nemu di belakang.”

Nathan mengambil gelas yang sudah terisi oleh wine lalu meminumnya sedikit, “wleee pait! Om gasuka :((”

Hendra tertawa kecil lalu mengambil alih gelas yang Nathan pegang dan ikut meminum cairan wine yang ia tuangkan.

“Kamu ga terbiasa, sayang.”

Nathan menggeleng rasa winenya masih menempel di lidahnya dan ia tidak suka, mungkin dirinya kurang cocok meminum minuman seperti itu walau dirinya berasal dari keluarga berada.

“Rasanya enak padahal manis pahit, Om suka banget.” Ujar Hendra, tangannya meraba saku blazernya lalu mengeluarkan sekotak rokok dan korek.

Ia ambil sebatang lalu di bakar dan ia apit rokok tersebut diantara belah bibirnya dan menghisapnya, dan asapnya ia keluarkan.

Nathan mendekat untuk memeluk lengan kekar Hendra, matanya sibuk mengagumi wajah Hendra yang angkuh dan gagah.

“Om ganteng banget, aku jadi penasar yang bawah segede apa.” Ucap Nathan sambil mengusap dada bidang Hendra, matanya masih setia menatap Hendra dengan seduktif.

Alis tebal Hendra naik lalu ia tersenyum melihat sifat Nathan yang bisa kita bilang memancing dirinya.

“Kamu penasaran? Mau lihat? Sini naik keatas Om.”

Nathan tersenyum senang, tanpa membalas ajakan Hendra, ia langsung mendudukan dirinya diatas perut Hendra.

Nathan sedikit memundurkan tubuhnya agar penis Hendra yang masih dibalut oleh kain celana berwarna hitam itu bertepatan dengam belahan pantatnya. Ia gesekan sedikit pantatnya untuk membangunkan penis yang masih tertidur.

“Om kemaren aku liat baju bagus banget, kayaknya lucu kalau di pake sama aku.”

“Shh—fuck”

Nathan menyunggingkan senyumannya dan kembali menggesekan belahan pantatnya, sampai ia merasakan ada tonjolan. Nathan berhasi membangunkannya.

“Pengen mancing saya? Lucu banget kamu.” Hendra lingkarkan lengannya di pinggang ramping Nathan dan ia remas dengan kencang buat Nathan tersentak dan mendesah pelan.

“Om mau aku sepong engga? Pasti Om bakal ganteng banget aku sepongin sambil ngerokok.” Tawar Nathan dan ia bubuhi kecupan di rahan Hendra buat empunya panas dingin, Hendra kembali menghisap batang rokok tersebut lalu beri anggukan menyetujui tawaran si manis.

Nathan berjongkok di depan selangkangannya, jari kecil Nathan kini mencoba menurunkan resleting lalu celananya.

Matanya kembali berbinar ketika melihat penis besae Hendra menjulang tinggi di depan wajahnya, tangannya ia bawa untuk memegang penis Hendra memberikan sensasi hangat bagi Hendra sendiri.

“Yang pinter nyepongnya, kalau gamau saya kasarin.” Hendra hembuskan asap rokoknya lalu mengusap-usap lembut surai hitam kecoklatan Nathan.

Nathan mengangguk lucu lalu mulai memasukan sebagian penis Hendra ke mulutnya, ia tidak mau tersedak karena memaksakan seluruhnya untuk masuk.

Tangannya mengurut bagian yang tidak masuk kedalam mulutnya, kepalanya mulai maju mundur memberikan kenikmatan untuk Hendra.

Lidahnya memutar di lubang uretra, matanya mengarah keatas menatap raut wajah keenakan Hendra.

Tangannya memainkan twins ball, mulutnya sibuk mengulum penis Hendra tanpa henti, sesekali tersedak karena kepalanya di tahan oleh Hendra.

“fuck—pinter banget sayang, udah sering ya?”

Kepala Nathan mengangguk, menyetujui pertanyaan yang dilontarkan oleh Hendra. Anggukan itu di balas kekehan remeh.

“emang lonte banget, anak mama tapi lonte. Suka nyepongin siapa sayang?”

Penis Hendra di keluarkan lalu Nathan ludahi dan di kocok kembali, penis berurat Hendra sesekali Nathan tepuk tepuk di pipi tembamnya.

Hendra mendecak, tangan kirinya beralih menepis pergelengan Nathan membuat aktivitas Nathan terusik. Ia cengkram rahang Nathan dengan tangan kirinya lalu menampar pipi tembam Nathan menggunakan tangan kanannya.

“Kalau ditanya jawab, saya paling gasuka pertanyaan saya di anggurin.”

Nathan mengangguk, bukannya sedih karena di tampar nafsunya makin menjadi sesudah di tampar oleh Hendra.

“Suka sepongin temen aku, kadang mereka juga colmekin aku.” Jawab Nathan tanpa merasa malu, buat Hendra kembali terkekeh. Rokoknya ia matikan lalu ia taruh di asbak yang terletak di meja, Hendra berdiri dari duduknya lalu menggendong Nathan.

“Lonte ya? Ga sekalian diewe dosen biar dapet nilai tambahan?” Telapak tangan besar Hendra menampar pantat berisi milik Nathan, Nathan memekik kencang tangannya ia kalungkan di leher Hendra.

“Maunya diewe sama Om! Punya dosen biasanya kecil-kecil.”

Hendra tertawa lalu bubuhi kecupan di pipi Nathan, Hendra bawa Nathan ke kamarnya. Ia tidak mau bermain di ruang tengah.

Nathan terjatuh diatas kasur, ia gigit bibirnya ketika melihat Hendra yang tengah melepas blazer dan kancing lengan kemejanya.

Kakinya mengangkang dengan sendirinya menyambut Hendra dengan senang hati, celana pendeknya ia tanggalkan hingga tersisa dalamannya.

“Udah ga sabar diewe sama saya? Pengen banget diewe sampe tolol.”

Nathan mengangguk lagi, ia biarkan Hendra membuka helai terakhir yang menutupi kemaluannya. Sensasi dingin dari ac yang menyala menerpa vagina Nathan.

“Cantik banget.” Puji Hendra lalu meletakan jarinya di pintu masuk vagina Nathan, ibu jari besar Hendra menggesek klitorisnya berulang kali memberi stimulasi untuk si manis.

“Waaah—Om! J-Jangan dimainin itunya..” desahan Nathan mengalun merdu memasuki indra pendengaran Hendra, mungkin saat ini desahan Nathan merupakan melody terindah yang pernah di dengar Hendra sendiri.

Hendra meraih botol yang berisi pelumas lalu menuangkan cairan pelumas ke telapak tangannya, ia tidak mau menyakiti Nathan walau tubunya sudah sepenuhnya di kendalikan oleh nafsunya.

“Om masukin jarinya ya sayang.” Nathan mengangguk dan sedetik kemudian ia bisa merasakan jari besar Hendra memasuki lubang vaginanya.

“Aaah..” ia mendesah kecil, sedikit kaget walau sudah sering melakukan kegiatan seperti ini.

Jari Hendra mulai bergerak mengocok lubangnya, tempo yang semula pelan berubah menjadi cepat seketika buat Nathan tersentak-sentak dan keenakan.

“Nyahh! Om pelan pelan shh—ah!” Nathan kelabakan ketika Hendra kembali memainkan klitorisnya, pahanya mengapit tangan Hendra namun kembali di lebarkan dengan paksa.

“mau pipis! Om mau pipis!” Nathan menggeleng berantakan, beberapa kali kocokan dan akhirnya cairannya keluar deras hingga menyemprot wajah Hendra.

Nathan lemas, kakinya masih bergetar akibat stimulasi yang di berikan Hendea barusan. Namun fokusnya pindah saat ia sadar bahwa baru saja mengotori wajah Hendra.

“Om maafin akuu, Nath ga sengaja :((” pintanya dengan manja, namun hanya dibalas anggukan kembali oleh yang lebih tua.

Hendra mengambik botol pelumas lagi, kali ini ia tuangkan cairan pelumas ke penis tegaknya, dan mengusap rata agar penisnya licin dan tidak membuat kemaluan Nathan lecet.

“Om masukin ya sayang.”

Penis besar Hendra mulai memasuki lubang Nathan dan dalam sekali hentakan Hendra mendorongnya masuk, membuat Nathan memekik kaget.

“Aah! O-Om sakit..”

Hendra memeluk tubuh kecil Nathan dan berikan kecupan kecil juga singkat di bibir Nathan, mencoba membuat Nathan rileks kembali agar Nathan tidak kesakitan.

Bahu lebar Hendra di tepuk pelan oleh Nathan, memberikan kode bahwa Hendra bisa bergerak. Hendra mulai menggerekan pinggulnya pelan, tangannya setia mencengkram pinggang Nathan.

“Ssh anget banget, cantik.”

Hendra mempercepat pergerakannya, ia mulai menumbuk titik manis Nathan dengan kasar dan cepat tidak memedulikan Nathan yang sudah berisik meminta untuk berhenti.

Tubuh sedang Nathan tersentak-sentak hingga kepala Nathan sesekali mengenai ujung pembatas ranjang. Rambut Nathan sudah berantakan, Hendra tak tinggal diam ia mulai meninggalkan tanda di sekitar perut dan dada Nathan.

“Om sayang banget sama kamu.” Hendra terus melontarkan pujian untuk Nathan sembari terus menyodok titik manis Nathan dengan kasar dan bringas.

“Ah! Ah! Ommmm~ nyah!” Nathan benar-benar berisik, benar kata keponakannya bahwa Nathan lumayan sensitif.

Nathan menggigit jari telunjuknya, manik matanya bergilir kebelakang. Ia benar-benar diewe sampai tolol oleh Hendra.

“Omm—mau pipis lagi! Wahh!” Nathan kembali mengeluarkan cairannya namun kali ini lebih sedikit ketimbang tadi, dadanya naik turun ia mencoba untuk mengatur pernafasannya.

Namun Hendra sepertinya tidak menbiarkannya untuk beristirahat sejenak, belum ada 5 menit dirinya diambang keenakan, Hendra kembali menyodok lubangnya dengan kasar.

“Enak banget memek kamu, manis. Om suka banget.”

“Pinter, enak engga di entot sampe tolol?”

“mau memeknya dimainin?”

Badan Nathan di balik menjadi tengkurap, pinggangnya di tarik dengan kasar agar Nathan bisa menungging, pantatnya beberapa kali di tampar oleh sang tuan rumah.

“mau dimasukin lagi?”

Nathan mengangguk berulang kali, tanpa aba-aba hendra kembali masuki lubang Nathan buat Nathan memekik kencang.

Hendra gerakan pinggungnya, menggoyak lubang vagina tersebut dengan kasar tanpa ampun, cengkraman di pinggang Nathan mengencang.

“Um—Aah! Mentok banget! Om mentok banget~.” Nathan bisa merasakan pergerakan penis Hendra dari perutnya.

“Sampe kecetak hahaha, mau saya mentokin lagi hm? Mau saya bikin pipis?”

Nathan terus mengangguk, ia sudah tidak memegang kendali atas tubuhnya, kepalanya dilanda kenikmatan berulang kali saat penis yang berada di dalamnya terus mengenai titik manisnya.

Klitorisnya di usap berantakan, buat pahanya bergetar karena badannya sudah mulai sensitid kembali.

“M-Mau pipis lagi! Om!”

“Aah—fuck saya mau keluar, sayang.”

Keduanya mencapai pada kenikmatan tiada tara, Nathan benar-benar di buat teler oleh Hendra. Hendra melepaskan penyatuan mereka, dirimya ambruk di sebelah Nathan lalu memeluk tubuh Nathan yang hanya di balut kaus.

“Terimakasih, cantik. Om puas banget.”

“nyahh!—kkeuh enak banget..”

Mata Seongie bergilir keatas ketika Sunghoon dengan cepat menumbuk titik manisnya, tanganya meremas seprai kasur milik Sunghoon hingga copot, demi menyalurkan kenikmatan yang ia dapat.

“enak kan? suka aku giniin? suka di kontolin sama aku?” goda Sunghoon lalu tangannya ia arahkan untuk menjambak surai cokelat kekasihnya.

“waa—aah! Ahh! E-Enak banget-! Mau di kontolin sampe teler!”

“your wish is my command, princess.”

Pinggang ramping Seongie ditarik oleh Sunghoon agar pantat tersebut semakin menungging, gerakannya semakin cepat.

Sesekali Sunghoon berikan kecupan kupu-kupu di bahu Seongie buat empunya bergetar geli.

“Fuckhh—enak banget sayang, memek kamu enak banget.”

Seongie mengangguk walau ia tak paham apa yang Sunghoon ucapkan karena untuk nyata, kepalanya sangat pusing sekarang.

“hngh! M-Mau pipis—Hoonie!”

“pipis aja sayang, pipis yang banyak.”

Spermanya keluar dengan deras membasahi kasur yang sudah acak-acak, semenit setelah pelepasannya kekasihnya ikut menebarkan sperma di dalam dirinya.

“eumh—penuh banget, anget.” Seongie tersenyum mengelus perutnya yang kini sedikit membuncit, Sunghoon terkekeh melihat tingkah laku menggemaskan kekasihnya.

“Enak ya sperma aku?” Seongie mangangguk lalu masuk kedalam dekapan Sunghoon.

Aktivitas yang baru saja mereka lakukan buat Seongie mengantuk.

@mangoreyy

“nyahh!—kkeuh enak banget..”

Mata Seongie bergilir keatas ketika Sunghoon dengan cepat menumbuk titik manisnya, tanganya meremas seprai kasur milik Sunghoon hingga copot, demi menyalurkan kenikmatan yang ia dapat.

“enak kan? suka aku giniin? suka di kontolin sama aku?” goda Sunghoon lalu tangannya ia arahkan untuk menjambak surai cokelat kekasihnya.

“waa—aah! Ahh! E-Enak banget-! Mau di kontolin sampe teler!”

“your wish is my command, princess.”

Pinggang ramping Seongie ditarik oleh Sunghoon agar pantat tersebut semakin menungging, gerakannya semakin cepat.

Sesekali Sunghoon berikan kecupan kupu-kupu di bahu Seongie buat empunya bergetar geli.

“Fuckhh—enak banget sayang, memek kamu enak banget.”

Seongie mengangguk walau ia tak paham apa yang Sunghoon ucapkan karena untuk nyata, kepalanya sangat pusing sekarang.

“hngh! M-Mau pipis—Hoonie!”

“pipis aja sayang, pipis yang banyak.”

Spermanya keluar dengan deras membasahi kasur yang sudah acak-acak, semenit setelah pelepasannya kekasihnya ikut menebarkan sperma di dalam dirinya.

“eumh—penuh banget, anget.” Seongie tersenyum mengelus perutnya yang kini sedikit membuncit, Sunghoon terkekeh melihat tingkah laku menggemaskan kekasihnya.

“Enak ya sperma aku?” Seongie mangangguk lalu masuk kedalam dekapan Sunghoon.

Aktivitas yang baru saja mereka lakukan buat Seongie mengantuk.

@mangoreyy

“Eh Nak Nathan udah sampai, duduk aja dulu, biar tante siapin minuman.” Ujar Bunda Abim dengan lembut.

“Eh Tante gausah repot-repot.” walaupun sudah berusaha menghentikan namun yang lebih tua sibuk menyiapkan minuman untuk dirinya.

Bunda Abim, atau sebut saja Vera, baru saja kembali sambil membawa nampan berisi segelas jus jeruk dan makanan ringan yang ia sediakan untuk Nathan.

“Ini dimakan ya sayang, udah lama kamu ga mampir.” Nathan tersenyum manis, sorot matanya teralihkan melihat Abim yang baru saja datang karena habis memarkirkan mobil.

Abim duduk di sebelahnya, merangkul pinggang Nathan erat lalu ia tarik agar mereka lebih menempel.

Nathan tertawa canggung ketika menyadari bahwa tangan temannya memeluk pinggangnya dengan erat.

Vera yang menyadari akan hal itu terkekeh kecil, lalu menatap keduanya.

“Kalian pacaran ya?”

“Eh!?”

Bola mata Nathan membulat lalu menggeleng dan dengan cepat ia singkirkan tangan Abim dari pinggangnya.

“Engga kok Tante! Abim emang suka gitu.” Ujar Nathan mencari pembelaan, sedangakan Abim sendiri hanya tersenyum lalu menatap Nathan yang kelabakan.

“Ih gausah panik gitu, Tante cuman bercanda sayang.” Nathan kembali tertawa canggung lalu mulai memakan snack ringan yang di sediakan, demi menetralkan perasaan gugupnya.

“Kalau gitu aku sama Nathan ke atas ya bunda.”

Vera mengangguk tanda setuju, lalu Abim bawa Nathan untuk pergi ke kamarnya yang terdapat di lantai 2.

Setelah menutup pintu, Nathan menukikan alisnya menatap Abim dengan tajam.

“Kenapa kamu kayak gitu?!?!?! Bikin Tante salah paham..”

“Emang kenapa? Segamau itu lo pacaran sama gue?”

”....”

@mangoreyy

mobil mercedes benz c200 mewah berwarna hitam berhenti di depan rumah yang tertutupi oleh pagar berwarna hitam yang menjulang tinggi, mobil itu tidak parkir di depan rumah persis, sesuai permintaan penumpangnya lebih tepatnya Nathan.

Lelaki bertubuh kecil itu keluar dari dalam pagar tinggi tersebut, lalu berlari ke arah mobil yang berada di depan rumah tetangganya.

“Maaf ya lama, Om. Aku tadi siap-siapa dulu! Gimana, aku cantik engga?” Ujar Nathan bersemangat sambil menoleh ke arah sang pengemudi, Hendra.

“Cantik banget, sayang” tangan berurat tersebut bergerak menggenggam tangan Nathan, di angkatnya tangan Nathan lalu di bubuhi kecupan beberapa kali, buat Nathan merona merah.

“Kita berangkat ya, maaf Om gabisa rapih-rapih.”

Setelah itu mobil tersebut melaju dengan kecepatan sedang, menjauh dari perumahan tersebut.


“Pesen sebanyak yang kamu mau, Om bakal bayarin semuanya.” Nathan mengangguk paham, lalu ia mulai memanggil pelayan restoran tersebut dan memesan beberapa makanan yang ingin ia coba.

“Jadiii—kesepakatannya gimana om?”

Alis Hendra terangkat, ia tatap muka pria di depannya lalu ia tumpukan dagunya dengan telapak tangannya.

simple sayang, Om bakal penuhin semua keinginan kamu kalau kamu mau nurut sama Om, termasuk dalam kebutuhan aktivitas sex.

Nathan mengangguk sembari mengunyah makanan yang ia pesan, “itu aja? setuju kok aku om.”

“Beneran, ga takut nyesel?” Tanya Hendra meyakinkan remaja labil di depannya, “engga, Om ganteng, kaya, wangi lagi. Buat apa aku nyesel hehe.” Kalimat tersebut di akhiri kekehan tanpa dosa yang di keluarkan Nathan.

“Yasudah kalau begitu, habis ini mau kemana sayang?”

“Ke mall mau engga Om? Kemarin aku liat tas bagus bangettttt! Pengen liat lagii.”

Hendra tertawa kecil, tangannya menggenggam tangan Nathan lalu ia usap lembut, matanya fokus pada bola mata berbinar indah yang di miliki oleh pria yang ada didepannya.

“Iya sayang, ayo.”

@mangoreyy.