First time.
Mata Nathan berbinar ketika mobil yang ia tumpangi memasuki pekarangan rumah besar nan megah kepunyaan om gulanya.
“Rumah Om besar bangett, lebih besar dari rumah aku.” Ucapnya antusias masih memandangi rumah tersebut tanpa henti, Hendra tertawa kecil lalu mematikan mesin mobil. Dirinya keluar lalu mulai memutari mobilnya untuk membukakan pintu penumpang yang diisi oleh Nathan.
Nathan beranjak untuk berdiri, pinggangnya di rangkul oleh Hendra lalu keduanya masuk ke dalam rumah besar tersebut.
Ketika masuk, mereka berdua di sambut oleh para pelayan yang bekerja disana, namun raut wajah mereka sedikit membingungkan?
“Kamu duduk aja sayang, Om ambilin minumannya dulu.” Nathan anggukan kepalanya lalu menyamankan posisinya di sofa besar yang terletak di tengah-tengah rumah.
Ia bisa merasakan beberapa pelayan sibuk menatapinya dan membicarakan dirinya di belakang, ah Nathan jadi merasa risih dan ia tidak suka akan hal itu.
Semua yang Nathan mau harus di turuti.
Hendra kembali, menghampiri dirinya sembari membawa sebotol minuman mengandung alkohol yang ia ambil di dapur.
Hendra yang merasa bahwa raut wajah kesayangannya berubah drastis dengan cepat duduk di sebelahnya, lalu bawa Nathan ke dalam pangkuannya.
“Kenapa sayang? Kamu gasuka disini?”
Nathan menggeleng, bibirnya mengkerucut dan kepalanya menunduk, bagai kucing yang baru saja dimarahi.
“Bukann, aku risih diliatin pelayan-pelayannya Om :(”
Hendra menoleh ke belakang lalu mulai mengisyaratkan pelayannya untuk pergi ke kamar mereka masing-masing, tentu dengan takut mereka menuruti perintah tuannya.
“Masih risih hm? Kalau masih kita pindah ke kamar.”
“Udah engga, Om bawa apa kesini?”
Nathan turun dari pangkuan Hendra lalu duduk di samping yang lebih tua dan memperhatikan Hendra yang sibuk menuang cairan berwarna ungu kemerahan ke dalam gelas.
“Wine, kebetulan Om nemu di belakang.”
Nathan mengambil gelas yang sudah terisi oleh wine lalu meminumnya sedikit, “wleee pait! Om gasuka :((”
Hendra tertawa kecil lalu mengambil alih gelas yang Nathan pegang dan ikut meminum cairan wine yang ia tuangkan.
“Kamu ga terbiasa, sayang.”
Nathan menggeleng rasa winenya masih menempel di lidahnya dan ia tidak suka, mungkin dirinya kurang cocok meminum minuman seperti itu walau dirinya berasal dari keluarga berada.
“Rasanya enak padahal manis pahit, Om suka banget.” Ujar Hendra, tangannya meraba saku blazernya lalu mengeluarkan sekotak rokok dan korek.
Ia ambil sebatang lalu di bakar dan ia apit rokok tersebut diantara belah bibirnya dan menghisapnya, dan asapnya ia keluarkan.
Nathan mendekat untuk memeluk lengan kekar Hendra, matanya sibuk mengagumi wajah Hendra yang angkuh dan gagah.
“Om ganteng banget, aku jadi penasar yang bawah segede apa.” Ucap Nathan sambil mengusap dada bidang Hendra, matanya masih setia menatap Hendra dengan seduktif.
Alis tebal Hendra naik lalu ia tersenyum melihat sifat Nathan yang bisa kita bilang memancing dirinya.
“Kamu penasaran? Mau lihat? Sini naik keatas Om.”
Nathan tersenyum senang, tanpa membalas ajakan Hendra, ia langsung mendudukan dirinya diatas perut Hendra.
Nathan sedikit memundurkan tubuhnya agar penis Hendra yang masih dibalut oleh kain celana berwarna hitam itu bertepatan dengam belahan pantatnya. Ia gesekan sedikit pantatnya untuk membangunkan penis yang masih tertidur.
“Om kemaren aku liat baju bagus banget, kayaknya lucu kalau di pake sama aku.”
“Shh—fuck”
Nathan menyunggingkan senyumannya dan kembali menggesekan belahan pantatnya, sampai ia merasakan ada tonjolan. Nathan berhasi membangunkannya.
“Pengen mancing saya? Lucu banget kamu.” Hendra lingkarkan lengannya di pinggang ramping Nathan dan ia remas dengan kencang buat Nathan tersentak dan mendesah pelan.
“Om mau aku sepong engga? Pasti Om bakal ganteng banget aku sepongin sambil ngerokok.” Tawar Nathan dan ia bubuhi kecupan di rahan Hendra buat empunya panas dingin, Hendra kembali menghisap batang rokok tersebut lalu beri anggukan menyetujui tawaran si manis.
Nathan berjongkok di depan selangkangannya, jari kecil Nathan kini mencoba menurunkan resleting lalu celananya.
Matanya kembali berbinar ketika melihat penis besae Hendra menjulang tinggi di depan wajahnya, tangannya ia bawa untuk memegang penis Hendra memberikan sensasi hangat bagi Hendra sendiri.
“Yang pinter nyepongnya, kalau gamau saya kasarin.” Hendra hembuskan asap rokoknya lalu mengusap-usap lembut surai hitam kecoklatan Nathan.
Nathan mengangguk lucu lalu mulai memasukan sebagian penis Hendra ke mulutnya, ia tidak mau tersedak karena memaksakan seluruhnya untuk masuk.
Tangannya mengurut bagian yang tidak masuk kedalam mulutnya, kepalanya mulai maju mundur memberikan kenikmatan untuk Hendra.
Lidahnya memutar di lubang uretra, matanya mengarah keatas menatap raut wajah keenakan Hendra.
Tangannya memainkan twins ball, mulutnya sibuk mengulum penis Hendra tanpa henti, sesekali tersedak karena kepalanya di tahan oleh Hendra.
“fuck—pinter banget sayang, udah sering ya?”
Kepala Nathan mengangguk, menyetujui pertanyaan yang dilontarkan oleh Hendra. Anggukan itu di balas kekehan remeh.
“emang lonte banget, anak mama tapi lonte. Suka nyepongin siapa sayang?”
Penis Hendra di keluarkan lalu Nathan ludahi dan di kocok kembali, penis berurat Hendra sesekali Nathan tepuk tepuk di pipi tembamnya.
Hendra mendecak, tangan kirinya beralih menepis pergelengan Nathan membuat aktivitas Nathan terusik. Ia cengkram rahang Nathan dengan tangan kirinya lalu menampar pipi tembam Nathan menggunakan tangan kanannya.
“Kalau ditanya jawab, saya paling gasuka pertanyaan saya di anggurin.”
Nathan mengangguk, bukannya sedih karena di tampar nafsunya makin menjadi sesudah di tampar oleh Hendra.
“Suka sepongin temen aku, kadang mereka juga colmekin aku.” Jawab Nathan tanpa merasa malu, buat Hendra kembali terkekeh. Rokoknya ia matikan lalu ia taruh di asbak yang terletak di meja, Hendra berdiri dari duduknya lalu menggendong Nathan.
“Lonte ya? Ga sekalian diewe dosen biar dapet nilai tambahan?” Telapak tangan besar Hendra menampar pantat berisi milik Nathan, Nathan memekik kencang tangannya ia kalungkan di leher Hendra.
“Maunya diewe sama Om! Punya dosen biasanya kecil-kecil.”
Hendra tertawa lalu bubuhi kecupan di pipi Nathan, Hendra bawa Nathan ke kamarnya. Ia tidak mau bermain di ruang tengah.
Nathan terjatuh diatas kasur, ia gigit bibirnya ketika melihat Hendra yang tengah melepas blazer dan kancing lengan kemejanya.
Kakinya mengangkang dengan sendirinya menyambut Hendra dengan senang hati, celana pendeknya ia tanggalkan hingga tersisa dalamannya.
“Udah ga sabar diewe sama saya? Pengen banget diewe sampe tolol.”
Nathan mengangguk lagi, ia biarkan Hendra membuka helai terakhir yang menutupi kemaluannya. Sensasi dingin dari ac yang menyala menerpa vagina Nathan.
“Cantik banget.” Puji Hendra lalu meletakan jarinya di pintu masuk vagina Nathan, ibu jari besar Hendra menggesek klitorisnya berulang kali memberi stimulasi untuk si manis.
“Waaah—Om! J-Jangan dimainin itunya..” desahan Nathan mengalun merdu memasuki indra pendengaran Hendra, mungkin saat ini desahan Nathan merupakan melody terindah yang pernah di dengar Hendra sendiri.
Hendra meraih botol yang berisi pelumas lalu menuangkan cairan pelumas ke telapak tangannya, ia tidak mau menyakiti Nathan walau tubunya sudah sepenuhnya di kendalikan oleh nafsunya.
“Om masukin jarinya ya sayang.” Nathan mengangguk dan sedetik kemudian ia bisa merasakan jari besar Hendra memasuki lubang vaginanya.
“Aaah..” ia mendesah kecil, sedikit kaget walau sudah sering melakukan kegiatan seperti ini.
Jari Hendra mulai bergerak mengocok lubangnya, tempo yang semula pelan berubah menjadi cepat seketika buat Nathan tersentak-sentak dan keenakan.
“Nyahh! Om pelan pelan shh—ah!” Nathan kelabakan ketika Hendra kembali memainkan klitorisnya, pahanya mengapit tangan Hendra namun kembali di lebarkan dengan paksa.
“mau pipis! Om mau pipis!” Nathan menggeleng berantakan, beberapa kali kocokan dan akhirnya cairannya keluar deras hingga menyemprot wajah Hendra.
Nathan lemas, kakinya masih bergetar akibat stimulasi yang di berikan Hendea barusan. Namun fokusnya pindah saat ia sadar bahwa baru saja mengotori wajah Hendra.
“Om maafin akuu, Nath ga sengaja :((” pintanya dengan manja, namun hanya dibalas anggukan kembali oleh yang lebih tua.
Hendra mengambik botol pelumas lagi, kali ini ia tuangkan cairan pelumas ke penis tegaknya, dan mengusap rata agar penisnya licin dan tidak membuat kemaluan Nathan lecet.
“Om masukin ya sayang.”
Penis besar Hendra mulai memasuki lubang Nathan dan dalam sekali hentakan Hendra mendorongnya masuk, membuat Nathan memekik kaget.
“Aah! O-Om sakit..”
Hendra memeluk tubuh kecil Nathan dan berikan kecupan kecil juga singkat di bibir Nathan, mencoba membuat Nathan rileks kembali agar Nathan tidak kesakitan.
Bahu lebar Hendra di tepuk pelan oleh Nathan, memberikan kode bahwa Hendra bisa bergerak. Hendra mulai menggerekan pinggulnya pelan, tangannya setia mencengkram pinggang Nathan.
“Ssh anget banget, cantik.”
Hendra mempercepat pergerakannya, ia mulai menumbuk titik manis Nathan dengan kasar dan cepat tidak memedulikan Nathan yang sudah berisik meminta untuk berhenti.
Tubuh sedang Nathan tersentak-sentak hingga kepala Nathan sesekali mengenai ujung pembatas ranjang. Rambut Nathan sudah berantakan, Hendra tak tinggal diam ia mulai meninggalkan tanda di sekitar perut dan dada Nathan.
“Om sayang banget sama kamu.” Hendra terus melontarkan pujian untuk Nathan sembari terus menyodok titik manis Nathan dengan kasar dan bringas.
“Ah! Ah! Ommmm~ nyah!” Nathan benar-benar berisik, benar kata keponakannya bahwa Nathan lumayan sensitif.
Nathan menggigit jari telunjuknya, manik matanya bergilir kebelakang. Ia benar-benar diewe sampai tolol oleh Hendra.
“Omm—mau pipis lagi! Wahh!” Nathan kembali mengeluarkan cairannya namun kali ini lebih sedikit ketimbang tadi, dadanya naik turun ia mencoba untuk mengatur pernafasannya.
Namun Hendra sepertinya tidak menbiarkannya untuk beristirahat sejenak, belum ada 5 menit dirinya diambang keenakan, Hendra kembali menyodok lubangnya dengan kasar.
“Enak banget memek kamu, manis. Om suka banget.”
“Pinter, enak engga di entot sampe tolol?”
“mau memeknya dimainin?”
Badan Nathan di balik menjadi tengkurap, pinggangnya di tarik dengan kasar agar Nathan bisa menungging, pantatnya beberapa kali di tampar oleh sang tuan rumah.
“mau dimasukin lagi?”
Nathan mengangguk berulang kali, tanpa aba-aba hendra kembali masuki lubang Nathan buat Nathan memekik kencang.
Hendra gerakan pinggungnya, menggoyak lubang vagina tersebut dengan kasar tanpa ampun, cengkraman di pinggang Nathan mengencang.
“Um—Aah! Mentok banget! Om mentok banget~.” Nathan bisa merasakan pergerakan penis Hendra dari perutnya.
“Sampe kecetak hahaha, mau saya mentokin lagi hm? Mau saya bikin pipis?”
Nathan terus mengangguk, ia sudah tidak memegang kendali atas tubuhnya, kepalanya dilanda kenikmatan berulang kali saat penis yang berada di dalamnya terus mengenai titik manisnya.
Klitorisnya di usap berantakan, buat pahanya bergetar karena badannya sudah mulai sensitid kembali.
“M-Mau pipis lagi! Om!”
“Aah—fuck saya mau keluar, sayang.”
Keduanya mencapai pada kenikmatan tiada tara, Nathan benar-benar di buat teler oleh Hendra. Hendra melepaskan penyatuan mereka, dirimya ambruk di sebelah Nathan lalu memeluk tubuh Nathan yang hanya di balut kaus.
“Terimakasih, cantik. Om puas banget.”