reyysajaa

Good Morning.

Pintu kamar yang di tempati Aver terbuka dan memperlihatkan Hans yang membawa nampan berisi sup hangat buatan pelayannya, ia meletakan nampan tersebut di meja kecil sebelah kasur Aver.

“Masih pusing?” Tanya Hans yang di balas Aver dengan gelengan, jujur saja ia malu karena tahu semalam ia melakukan hal gila kepada Hans.

“Makanlah, pelayan saya buatin kamu sup agar mulai fit, ada garlic bread juga untuk kamu, saya tinggal ya.” Saat ingin berbalik lengan Hans di cengkram Aver mau tidak mau Hans membalikan badannya menatap Aver yang menunduk.

“Temenin aku.” Pinta Aver, Hans menghela nafas lalu duduk di kasur yang di tiduri oleh Aver semalam, menatap Aver yang kini sibuk memakan sarapannya sesekali terkekeh kecil karena Aver memakan sarapannya seperti bayi, belepotan.

“Makasih ya Om, maaf ngerepotin.” Ujar Aver sesudah menghabiskan sarapannya Hans hanya mengangguk dan tersenyum lembut kearah Aver.

“Sama-sama, saya engga merasa di repotkan karena kamu lucu, menggemaskan.” Puji Hans tangan besarnya ia bawa ke kepala Aver dan menggusak surai hitam itu lembut buat Aver nyaman.

“Om ganteng.”

Dua kata, dua kata itu keluar begitu saja dari belah bibir Aver, Aver yang akhirnya sadar dengan apa yang baru saja ia ucapkan salah tingkah sendiri.

“MAAF OM!!”

Hans tertawa kecil karena tingkah Aver yang lucu, ah apakah ia akan jatuh cinta pada pandang pertama kepada bocah ingusan ini? nantikan episode selanjutnya HAHAHA.

“Lo beneran yakin nyuruh si Javer yang udah setengah mabok itu ke minimarket, buat beli cola?” Tanya Ricky kepada Gio yang sibuk menghembuskan asap rokok dari dalam mulutnya.

“Santailah Rick, udah gede, pasti bisa.” Ujar Gio santai lalu kembali bersulang dengan temannya yang lain, sedangkan Ricky mengedikkan bahunya walau di dalam pikirannya ia khawatir dengan Javer.

Jangan tanya kemana perginya Hendrick, ia sudah tepar duluan dan kini sedang tertidur pulang di paha Gio.

Kini beralih ke Javer, ia sekarang mencoba untuk pergi ke minimarket menghiraukan jalannya yang sudah linglung dan penglihatannya sedikit buram.

Bruk

Badannya yang berukuran sedang menabrak pria yang badannya jauh lebih bidang dan besar dari dirinya, ia mendongak keatas mengatur penglihatannya lalu menatap pria yang membalas tatapannya dengan tajam seakan mencoba mengintimidasi dirinya.

Bukannya merasa terintimidasi Javer mabuk malah memeluk pria berbadan bidang, atau kita bisa panggil ia Hans.

Javer memeluk Hans dengan erat sembari mendusal-dusalkan kepalanya di dada bidang Hans, buat empunya kaget dan terlonjak, bodyguard Hans yang sedari tadi menunggu majikannya untuk masuk mobil langsung mengambil pistolnya ketika melihat Tuan mereka sedang di peluk oleh remaja.

Tangan Hans terangkat menyuruh penjaganya untuk menyimpan kembali pistol mereka, Hans menatap Javer yang masih sibuk mendusal-dusalkan kepalanya di dada bidangnya.

“Om wangi ya, Aver suka~” gumam Javer kecik yang masih dapat di dengar oleh Hans.

oh jadi namanya Aver

Ketika Hans mencoba merenggangkan pelukan Aver, anak itu merengek makin mengeratkan pelukannya pada Hans, seakan tidak mau lepas dari dirinya.

Hans menghela nafas berat, mau tak mau sepertinya ia harus bawa orang mabuk ini ke mansionnya, Hans mulai mengangkat tubuh Aver dan menggendongnya seperti bayi koala di dekapannya.

Aver tidak memberontak, justrus ia malah tersenyum dan menenggelamkan wajahnya ke ceruk leher Hans, Aver bisa mencium bau maskulin dari leher tersebut.

Dan inilah awal mulai bagaimana kedua sejoli itu bertemu.

Javer dan Hans

“Lo ketimbang diem doang disitu kayak patung, mending mikirin gue pake apa kesana.” Pekik Javer kesal ketika melihat om pacarnya asik berdiam diri di ranjang Javer.

“Maaf sayang, lagian kenapa ribet mikirinnya? Saya kan udah beliin bukan? Yang warna hitam?”

Javer mendengus, “Engga mungkin gue make dress item itu Om! Terlalu pendek.” Hans mengangguk paham, tidak ia sebenernya masih bingung kenapa Javer tidak mau memakai dress tersebut.

Karena Javer pusing memilih akhirnya ia pilih kemeja hitam dan celana hitam saja, urusan terlalu simple itu belakang ia masih bisa menambahkan aksesoris di pakaiannya.

“Gimana Om?” Ujar Javer menunjukan dirinya yang susah selesai berganti, oh ternyata Javer menambahkan belt agar pinggangnya lebih terlihat dan tercetak. Hans tidak tinggal diam, ia berdiri dan mengambil langkah panjang kearah Javer lalu memeluk pinggangnya.

“Cantik, selalu cantik seperti biasa.” Bisiknya dan bubuhi kecupan kecil di rahang Javer buat Javer sendiri kegelian mencoba melepaskan pelukan Hans. Javer membalikan badannya menatap Hans yang juga kini menatap dirinya, fokusnya teralihkan ketika ia lihat dasi yang lebih tua berantakan mau tidak mau ia harus membenarkannya.

“Udah tua masang dasi masih berantakan, gimanasih?!” Gerutunya sambil membenarkan dasi Hans, sedangkan yang di omeli hanya terkekeh kecil dan mencubit pipi tembam Javer.

“Om tunggu di mobil ya? Kalau sudah selesai langsung turun.” Javer mengangguk paham setelah itu Hans meninggalkannya sendiri di kamarnya yang luas.

“Siapa tau disana ketemu Om-Om lebih ganteng dari Om Hans.” Ujar Javer girang sambil mengaplikasikan lip balm di bibirnya.

CW // Polyamory, slight nsfw.

Bisa di dengar suara sibuk dari rumah besar di ujung kompleks, rumah yang warnanya di dominasi oleh warna cream. Di dalam rumah tersebut terdapat dua pria cantik yang menyiapkan meja makan sekaligus menunggu ke datangan suami mereka yang pergi dinas.

“Kak Gerald..” lirihan Kiel atau istri kedua Haris menyapu pendengaran Gerald yang merupakan istri pertama dari Haris Widyono. Gerald tolehkan wajahnya kearah Kiel yang masih sibuk menata perlengkapan makan malam.

“Kenapa Kiel? Butuh sesuatu?” Kiel menggeleng pelan, ia mendekati Gerald lalu diam, jarinya sibuk ia mainkan, otaknya juga sibuk memikirkan bagaimana caranya memberitahu hal yang mengganggu pikirannya dari siang ini.

“umm Kak Gerald, aku punya ide tapi gatau kaka bakal suka atau engga..”

Gerald menaikan satu alisnya menaruh kain lap yang ia pegang sedari tadi dan menatap Kiel dengan lembut. “Ide apa, Kiel?”

“Aku berencana hadiahin Mas Haris, karena baru pulang dari dinas. Tapi Kaka bisa nolak kalau ga setuju sama ide akuu.”

“Kamu aja belom bilang idenya, Kiel.”

Kiel terkekeh kecil kembali memainkan ujung bajunya, “How about we gave him some mini show?”

“Mini show?”

Kiel mengangguk dengan mantap, ia bersiap memberi tahu idenya lebih lanjut kepada Gerald.

“How about i'll dominate you in the bed, kak.”

Ohh kejutan apalagi—

Relax Kak, ini cuman buat pertunjukan kecil aja. Jadi pas Mas Haris lihat kita, kita bakal keliatan needy for him banget”

Gerald terlihat menimbang-nimbang ide yang di berikan Kiel, ya tidak masalah sih. Lagian dia dan Kiel sudah lama tidak berhubungan dengan Haris, akibat kesibukannya yang membuat Hari jarang pulang cepat.

“Aku ikut-ikut aja.”

@Mangoreyy

CW //

“HUAAAAA—hiks ezraaa.”

Kini Darel menangis tersedu-sedu di pelukan Ezra, akibat Hanan yang selalu membuang hadiah yang ia beri.

Seharusnya dari awal ia menyerah untuk mengejar Hanan ketika lelaki itu membuat tembok besar diantara keduanya.

“Jangan nangis kecil, orang kayak gitu ga pantes buat lo kejar, masih ada gue.” Darel mengangkat kepalanya menatap wajah tampan yang dimiliki Ezra. Sedangkan yang di tatap menggigit pipi dalamnya menahan gemas ketika melihat muka Darel yang memerah karena habis menangis.

“Ezra sayang aku?”

“Iya, gue sayang lo.”

“HUAAAAA—hiks ezraaa.”

Kini Darel menangis tersedu-sedu di pelukan Ezra, akibat Hanan yang selalu membuang hadiah yang ia beri.

Seharusnya dari awal ia menyerah untuk mengejar Hanan ketika lelaki itu membuat tembok besar diantara keduanya.

“Jangan nangis kecil, orang kayak gitu ga pantes buat lo kejar, masih ada gue.” Darel mengangkat kepalanya menatap wajah tampan yang dimiliki Ezra. Sedangkan yang di tatap menggigit pipi dalamnya menahan gemas ketika melihat muka Darel yang memerah karena habis menangis.

“Ezra sayang aku?”

“Iya, gue sayang lo.”

Does he know?

“kkeuh—ahng om!”

PLAK!

“Jangan panggil saya om, jika sedang berdua.” Heeseung menghentakan pinggulnya keras, buat pupil Jongseong memutar keatas, tangannya meremas seprai hingga lecak, dan lidahnya menjulur layaknya anjing kehausan.

“Saya paling gasuka kalau kamu, tidak bisa bagi waktu untuk saya dan dia.”

“You should know your place, Jongseong.”

Heeseung memeras pinggang itu dengan kencang, yakin pasti akan meninggalkan bekas di pagi hari. Hentakannya tidak memelan, ia terus memaju mundurkan pinggulnya dengan cepat tanpa peduli keluhan yang lebih muda.

“Mas—ahh cepetin lagi~!” Jongseong mengalungkan lengannya di leher Heeseung lalu mengecup rahang tegas pujaan hatinya dengan lembut, mata lentiknya menatap Heeseung penuh puja, tatapan yang ia berikan merupakan tatapan ingin di hancurkan, di pakai terus menerus, dan di sayang.

“Enak ya? lebih enak entotin pacar kamu itu atau di entot sama saya? kontol kecil gini belagu mau ngentotin orang hm?” Ujar Heeseung dan tangannya beralih mengocok penis Jongseong yang ukurannya tentu lebih kecil dari penisnya.

“Enak di entot sama mas! Mhh—angg!” badannya ikut naik turun, mengejar klimaksnya, mengejar kenikmatannya tentu Heeseung ikut mempercepat tempo genjotannya.

Ia mencium bibir mungil yang sedari tadi merapalkan desahan erotis, desahan sexy yang selalu ia ingin dengarkan di kala dirinya menghancurkan tubuh Jongseong, memakainya hingga ia puas.

“Fuck, sempit banget sayang—hh.”  Heeseung menggelamkan wajahnya dibperpotongan leher Jongseong, mengecipi tulang selangkanya dan berikan ruam merah yang mungkin pudarnya memerlukan waktu yang sedikit lama.

Tangan besarnya masih setia mengocok penis kecil yang sudah mengeluarkan pre-cum, mata Jongseong terpejam akan nikmat yang melandanya. Ketika Heeseung benar benar membenamkan seluruh penisnya di dalam Jongseong, ia benar-benar gila di buatnya.

“AHHHH—mass! mau keluar~”

“saya juga, sayang.”

Sperma terus memenuhi lubang Jongseong, ia teler, tubuhnya ambruk ke pelukan Heeseung buat yang lebih tua terkekeh kecil, ia tetap menyodokkan penisnya agar spermanya tidak terbuang sia-sia.

“i love you, princess. Nanti kita pergi jauh dari sini, biar engga ada yang ganggu kita lagi ya? terutama orang tua mu.”

#Does he know?

“kkeuh—ahng om!”

PLAK!

“Jangan panggil saya om, jika sedang berdua.” Heeseung menghentakan pinggulnya keras, buat pupil Jongseong memutar keatas, tangannya meremas seprai hingga lecak, dan lidahnya menjulur layaknya anjing kehausan.

“Saya paling gasuka kalau kamu, tidak bisa bagi waktu untuk saya dan dia.”

“You should know your place, Jongseong.”

Heeseung memeras pinggang itu dengan kencang, yakin pasti akan meninggalkan bekas di pagi hari. Hentakannya tidak memelan, ia terus memaju mundurkan pinggulnya dengan cepat tanpa peduli keluhan yang lebih muda.

“Mas—ahh cepetin lagi~!” Jongseong mengalungkan lengannya di leher Heeseung lalu mengecup rahang tegas pujaan hatinya dengan lembut, mata lentiknya menatap Heeseung penuh puja, tatapan yang ia berikan merupakan tatapan ingin di hancurkan, di pakai terus menerus, dan di sayang.

“Enak ya? lebih enak entotin pacar kamu itu atau di entot sama saya? kontol kecil gini belagu mau ngentotin orang hm?” Ujar Heeseung dan tangannya beralih mengocok penis Jongseong yang ukurannya tentu lebih kecil dari penisnya.

“Enak di entot sama mas! Mhh—angg!” badannya ikut naik turun, mengejar klimaksnya, mengejar kenikmatannya tentu Heeseung ikut mempercepat tempo genjotannya.

Ia mencium bibir mungil yang sedari tadi merapalkan desahan erotis, desahan sexy yang selalu ia ingin dengarkan di kala dirinya menghancurkan tubuh Jongseong, memakainya hingga ia puas.

“Fuck, sempit banget sayang—hh.”  Heeseung menggelamkan wajahnya dibperpotongan leher Jongseong, mengecipi tulang selangkanya dan berikan ruam merah yang mungkin pudarnya memerlukan waktu yang sedikit lama.

Tangan besarnya masih setia mengocok penis kecil yang sudah mengeluarkan pre-cum, mata Jongseong terpejam akan nikmat yang melandanya. Ketika Heeseung benar benar membenamkan seluruh penisnya di dalam Jongseong, ia benar-benar gila di buatnya.

“AHHHH—mass! mau keluar~”

“saya juga, sayang.”

Sperma terus memenuhi lubang Jongseong, ia teler, tubuhnya ambruk ke pelukan Heeseung buat yang lebih tua terkekeh kecil, ia tetap menyodokkan penisnya agar spermanya tidak terbuang sia-sia.

“i love you, princess. Nanti kita pergi jauh dari sini, biar engga ada yang ganggu kita lagi ya? terutama orang tua mu.”

TW // eating disorder, extreme diet, bullying.

CW // harsh words, medicine, insecure, jealousy.

Kahfi menatap makan siangnya hari ini, hanya sayuran, tidak lebih. Namun Kahfi tetap memakannya, lagian ini kemauan dirinya untuk menjalani diet extreme.

“Kapan ya aku bisa secantik dia? Biar Kak Rama suka sama aku.” Lirihnya kecil lalu kembali memakan sayur-sayuran yang ia bawa untuk sarapan, makan siang, dan makan malam.

Fokusnya teralihkan ketika sadar bahwa pria yang ia taksir baru saja lewat, ia tatap dengan antusias, senyumnya terbit walau hanya lihat Rama sekilas.

Kahfi keluarkan cermin dan mulai menatap lamat-lamat wajahnya, kacamata tebal yang bertengger di hidung mancungnya ia lepas.

“Huft Kak Rama emang mau modelan kayak aku? Kak Rama kan suka kayak Jevri. Kadang aku iri sama Jevri, dia selalu di perlakuin secara baik, semuanya suka sama dia, semuanya sayang sama dia, kenapa semuanya berpusat ke dia?!”

Kahfi tidak ambil pusing, ia masukan kembali tempat bekalnya ke dalam tas dan beranjak pergi untuk pulang ke rumah, walau di rumah tersebut hanya ada dia seorang diri.

Kahfi mengeluarkan timbangannya, dan pijakan kakinya keatas timbangan untuk mengecheck berat badannya, 70 kg mengecewakan pikir Kahfi.

Kahfi berjalan lesu ke meja belajarnya, mengambil botol berisi pil-pil yang biasa ia konsumsi sebelum beristirahat, tubuh Kahfi terjatuh ke kasur dengan lemas.

Selamat tidur Kahfi.


Kebiaasan Kahfi tiap hari, menyiapkan bekal dietnya dan bekal untuk Rama walau ia tahu Rama akan membuang makanan yang ia buat, semoga kali ini Rama menerimanya.

Ia mulai harinya dengan senyuman lebarnya, senyuman yang selalu ia pasang setiap hari, lagian jika ia memalsukan senyumannya memang ada yang peduli? Tidak pernah ada yang menyadari eksistensinya.

Kini ia baru saja turun dari bus, dan niat berjalan dari halte kearah sekolahnya, tidak terlalu jauh dan hitung-hitung olahraga bukan? Dari kejauhan Kahfi bisa lihat Jevri yang turun dari mobil mahalnya, ayolah! Apa yang kurang dari sosok Jevri Anarghya? Kulit seputih salju, muka tampan, badan impian, dan suaranya yang semanis madu.

Terkadang ada perasaan kesal dari Kahfi ketika lihat semua orang menyukai Jevri. Ada rasa ia ingin memasukan Jevri ke dalam lubang berisi lumpur, namun ia bisa apa? Jevri juga teman baiknya, bukan, hanya Jevri yang mau berteman dengan dirinya.

Ia masukin pekarangan sekolahnya, Kahfi langsung berlari kearah tangga menuju kelas XII yang di tempatkan di lantai paling atas, ia lanjutkan rutinitasnya! Menaruh bekal di loker Rama tanpa sepengetahuan Rama.

“Semoga hari ini Kak Rama mau makan bekel dari aku! Semoga aja..”

Mohonnya kepada Tuhan, semoga takdir memihak ke dirinya, setelah menaruh bekal di loker pujaan hatinya Kahfi kembali kebawah dan masuk ke dalam kelasnya, duduk di kursinya yang terletak di pojok kelas lalu ia keluarkan buku tebalnya dan meneruskan bacaannya.

Namun aktivitasnya terganggu ketika ia merasa ada seseorang yang melempari kepalanya dengan bola kertas. Kahfi menoleh mendapatkan teman sekelasnya, Bumi Abimana, dan juga teman-temannya.

“Woy culun! Wkwkwk sekutu buku itu kah lo sampe bawa buku segede gaban?” Komplotan Bumi menertawainya hingga anak-anak kelas juga ikut cekikikan karena perkataan Bumi, namun ia hanya tersenyum kecil tidak menanggapi percakapan Bumi buat empunya berdecak sebal dan menghampirinya.

Bumi menangkup pipinya dengan satu tangan hingga mau tidak mau kepalanya di paksa untuk mendongak tatap netra tajam Bumi, “lo bisu? Punya mulut kan? Bales pertanyaan gue bangsat.”

Setelah itu Bumi melepas tangkupannya dengan kasar, Kahfi meringi kesakitan, walau sudah biasa di perlakukan seperti ini Kahfi juga bisa kesakitan. Segala aksi Bumi berhenti ketika Jevri datang dan menyuruh Bumi untuk berhenti meledeki dirinya.

“Wkwkwk si cantik dateng nih, boss mana berani ya ga?” Ujar salah satu teman Bumi, buat Bumi bergumam kesal. Jevri duduk di sebelahnya dan menenangkan dirinya, namun Kahfi menghiraukannya dan lanjut membaca buku tanpa memperdulikan Jevri.

Bel istirahat sudah berbunyi, Kahfi meninggalkan kelasnya dan beranjak ke taman buatan sekolahnya, duduk sambil menatap tanaman-tanaman yang mengitari tempat duduknya, Ia kembali lihat Jevri yang berlari-lari kearahnya sambil melambaikan tangan, buat dia ikut melambaikan tangan menyapa balik Kahfi.

“Kahfi! Tadi aku liat Kak Rama makan bekel kamu loh!! Kayaknya Kak Rama mulai buka hati buat kamu.” Mata bulat Kahfi semakin membulat ketika mendengar ucapan Jevri yang baru datang, ia tidak salah dengarkan? Apa Jevri hanya membual agar bisa menyenangkan hatinya setekah kejadian tak mengenakan pagi tadi.

“Kamu jangan bohong cuman buat nyenengin aku Jevri.” Balasnya ketus, Jevri mendengus kesal dan mengambil benda elektronik pipih miliknya lalu menunjukannya ke Kahfi, bukti bahwa Rama memakan bekal buatannya.

Kahfi tak bergeming, hatinya begitu senang hingga ia lupa bagaimana cara untuk menunjukan bahwa ia bahagia.