Beauty is Pain.
TW // eating disorder, extreme diet, bullying.
CW // harsh words, medicine, insecure, jealousy.
Kahfi menatap makan siangnya hari ini, hanya sayuran, tidak lebih. Namun Kahfi tetap memakannya, lagian ini kemauan dirinya untuk menjalani diet extreme.
“Kapan ya aku bisa secantik dia? Biar Kak Rama suka sama aku.” Lirihnya kecil lalu kembali memakan sayur-sayuran yang ia bawa untuk sarapan, makan siang, dan makan malam.
Fokusnya teralihkan ketika sadar bahwa pria yang ia taksir baru saja lewat, ia tatap dengan antusias, senyumnya terbit walau hanya lihat Rama sekilas.
Kahfi keluarkan cermin dan mulai menatap lamat-lamat wajahnya, kacamata tebal yang bertengger di hidung mancungnya ia lepas.
“Huft Kak Rama emang mau modelan kayak aku? Kak Rama kan suka kayak Jevri. Kadang aku iri sama Jevri, dia selalu di perlakuin secara baik, semuanya suka sama dia, semuanya sayang sama dia, kenapa semuanya berpusat ke dia?!”
Kahfi tidak ambil pusing, ia masukan kembali tempat bekalnya ke dalam tas dan beranjak pergi untuk pulang ke rumah, walau di rumah tersebut hanya ada dia seorang diri.
Kahfi mengeluarkan timbangannya, dan pijakan kakinya keatas timbangan untuk mengecheck berat badannya, 70 kg mengecewakan pikir Kahfi.
Kahfi berjalan lesu ke meja belajarnya, mengambil botol berisi pil-pil yang biasa ia konsumsi sebelum beristirahat, tubuh Kahfi terjatuh ke kasur dengan lemas.
Selamat tidur Kahfi.
Kebiaasan Kahfi tiap hari, menyiapkan bekal dietnya dan bekal untuk Rama walau ia tahu Rama akan membuang makanan yang ia buat, semoga kali ini Rama menerimanya.
Ia mulai harinya dengan senyuman lebarnya, senyuman yang selalu ia pasang setiap hari, lagian jika ia memalsukan senyumannya memang ada yang peduli? Tidak pernah ada yang menyadari eksistensinya.
Kini ia baru saja turun dari bus, dan niat berjalan dari halte kearah sekolahnya, tidak terlalu jauh dan hitung-hitung olahraga bukan? Dari kejauhan Kahfi bisa lihat Jevri yang turun dari mobil mahalnya, ayolah! Apa yang kurang dari sosok Jevri Anarghya? Kulit seputih salju, muka tampan, badan impian, dan suaranya yang semanis madu.
Terkadang ada perasaan kesal dari Kahfi ketika lihat semua orang menyukai Jevri. Ada rasa ia ingin memasukan Jevri ke dalam lubang berisi lumpur, namun ia bisa apa? Jevri juga teman baiknya, bukan, hanya Jevri yang mau berteman dengan dirinya.
Ia masukin pekarangan sekolahnya, Kahfi langsung berlari kearah tangga menuju kelas XII yang di tempatkan di lantai paling atas, ia lanjutkan rutinitasnya! Menaruh bekal di loker Rama tanpa sepengetahuan Rama.
“Semoga hari ini Kak Rama mau makan bekel dari aku! Semoga aja..”
Mohonnya kepada Tuhan, semoga takdir memihak ke dirinya, setelah menaruh bekal di loker pujaan hatinya Kahfi kembali kebawah dan masuk ke dalam kelasnya, duduk di kursinya yang terletak di pojok kelas lalu ia keluarkan buku tebalnya dan meneruskan bacaannya.
Namun aktivitasnya terganggu ketika ia merasa ada seseorang yang melempari kepalanya dengan bola kertas. Kahfi menoleh mendapatkan teman sekelasnya, Bumi Abimana, dan juga teman-temannya.
“Woy culun! Wkwkwk sekutu buku itu kah lo sampe bawa buku segede gaban?” Komplotan Bumi menertawainya hingga anak-anak kelas juga ikut cekikikan karena perkataan Bumi, namun ia hanya tersenyum kecil tidak menanggapi percakapan Bumi buat empunya berdecak sebal dan menghampirinya.
Bumi menangkup pipinya dengan satu tangan hingga mau tidak mau kepalanya di paksa untuk mendongak tatap netra tajam Bumi, “lo bisu? Punya mulut kan? Bales pertanyaan gue bangsat.”
Setelah itu Bumi melepas tangkupannya dengan kasar, Kahfi meringi kesakitan, walau sudah biasa di perlakukan seperti ini Kahfi juga bisa kesakitan. Segala aksi Bumi berhenti ketika Jevri datang dan menyuruh Bumi untuk berhenti meledeki dirinya.
“Wkwkwk si cantik dateng nih, boss mana berani ya ga?” Ujar salah satu teman Bumi, buat Bumi bergumam kesal. Jevri duduk di sebelahnya dan menenangkan dirinya, namun Kahfi menghiraukannya dan lanjut membaca buku tanpa memperdulikan Jevri.
Bel istirahat sudah berbunyi, Kahfi meninggalkan kelasnya dan beranjak ke taman buatan sekolahnya, duduk sambil menatap tanaman-tanaman yang mengitari tempat duduknya, Ia kembali lihat Jevri yang berlari-lari kearahnya sambil melambaikan tangan, buat dia ikut melambaikan tangan menyapa balik Kahfi.
“Kahfi! Tadi aku liat Kak Rama makan bekel kamu loh!! Kayaknya Kak Rama mulai buka hati buat kamu.” Mata bulat Kahfi semakin membulat ketika mendengar ucapan Jevri yang baru datang, ia tidak salah dengarkan? Apa Jevri hanya membual agar bisa menyenangkan hatinya setekah kejadian tak mengenakan pagi tadi.
“Kamu jangan bohong cuman buat nyenengin aku Jevri.” Balasnya ketus, Jevri mendengus kesal dan mengambil benda elektronik pipih miliknya lalu menunjukannya ke Kahfi, bukti bahwa Rama memakan bekal buatannya.
Kahfi tak bergeming, hatinya begitu senang hingga ia lupa bagaimana cara untuk menunjukan bahwa ia bahagia.