“Jongseong, Mas lapar. Kamu bisa tolong siapkan makanannya?”
“A-ah iya! Aku bakal siapkan makanannya. Mas tunggu saja di kursi taman rumah ini.” Heeseung anggukan kepalanya, tatap kepergian Jongseong.
Disini Jongseong berkurat, merapihkan alat makan dan makanan yang akan ia berikan kepada suaminya lebih tepatnya lelaki yang di jodohkan dengan dirinya.
Tidak, Jongseong tidak membenci Heeseung.
Setelah selesai menyiapkan makan siang untuk Heeseung, ia bawa nampan berisi makanan siang serta air putih itu ke teras rumah keluarganya.
Namun langkahnya terhenti kala dengar gelak tawa orang lain di teras rumah, suara kekehan yang ia kenal.
Lelaki tersebut duduk di sebelah Heeseung dengan anggun, menyilangkan kakinya lalu menutup mulut saat tertawa, itu adiknya.
Adiknya yang selalu di jadikan orang-orang bahan untuk di bandingkan dengan dirinya.
“Jaeyun, kamu cantik sekali dan anggun, seperti bunga.” Puji Heeseung gapai tangan Jaeyun lalu di genggamnya tangan itu.
“Terimakasih Mas, aku senang dengar pujian untuk ku keluar dari ranum mu.”
Heeseung tersenyum sumringah, merapihkan poni Jaeyun yang menutupi mata indah Jaeyun.
“Lebih terlihat jelas, mata kamu indah Jaeyun.”
Jaeyun bersemu merah, ia keluarkan kekehan kecil yang anggun.
“Mata Mas, juga sama indahnya.”
Jongseong mencoba untuk tetap berdiam di satu tempat, mendengar percakpan menyakitkan mereka.
Jongseong eratkan pegangannya pada nampan perak yang ia bawa, menyalurkan rasa sakit dari hatinya ke nampan tersebut.
“Jaeyun, kamu cantik hari ini.” Ujar Heeseung dekatkan wajahnya dengan wajah Jaeyun.
Dan dalam sekejap kedua insan tersebut berciuman, tentu saja di depan Jongseong.
PRAK!
Genggaman Jongseong melemah, nampan berisi makanan tumpah begitu saja ke lantai.
Tentu suara jatuhnya nampan perak buat Heeseung dan Jaeyun melepas pagutan mereka, dan dengan wajah kaget melihat Jongseong yang berdiri dengan wajah datar di sebrang mereka.
Jongseong dan Heeseung bertatapan, dan Heeseung bisa tebak banyak emosi yang menyatu di tatapan yang Jongseong berikan.
Kekesalan, kesedihan, kekecewaan, kecemburuan, dan keputus asaan.
Air mata yang sedari tadi Jongseong bendung, pecah dalam seperkian detik.
Dengan tergesa-gesa Jongseong lepaskan cincin pernikahan yang terpasang manis di jarinya lalu melemparnya ke sembarang arah.
Berlari secepat mungkin, keluar dari rumah keluarganya.
Jongseong bisa dengar teriakan Heeseung, dan suara langkahan kaki yang tergesa gesa untuk mengejar Jongseong.
Jongseong selalu sadar bahwa dirinya sangat berbeda dengan Jaeyun, dari segi paras, sikap dan juga akademi. Jaeyun selalu lebih unggul, ia selalu lebih unggul di bidang apapun.
Dan Jongseong selalu harus mengalah, kini ia mengalah kembali.
Membiarkan Jaeyun jatuh cinta kepada suaminya.
Jongseong selalu sadar bahwa dirinya tidak pantas di samping Heeseung, Jongseong sadar bahwa Heeseung lebih terlihat bahagia ketika berbicara dengan Jaeyun, Heeseung selalu berikan senyum terbaiknya untuk Jaeyun.
He is the other woman.
Jongseong adalah perusak hubungan mereka.