Forever.
Julian memutar knop pintunya, menyapa matahari yang baru saja terbit.
Ia mengambil tempat untuk menyiram tanaman lalu mengisinya dengan air, setelah itu Julian mulai menyirami tanaman-tanaman yang mengelilingi rumah sederhananya.
Tepat pada saat itu juga, Galih, tetangganya keluar dari rumah.
“Juli, selamat pagi!” Sapa Galih kepada Julian yang sibuk menyirami tanaman.
“Selamat pagi juga, Mas Galih!!” Balas Julian dengan senyumannya yang cerah membuat siapapun akan jatuh hati padanya termasuk Galih.
“Sepertinya mas mau pingsan Juli.”
Julian menatap Galih dengan tatapan bingungnya, ia menaruh siramannya lalu mendekat kearah Galih.
“Mas kenapa?”
“Lemes, ngelihat kamu senyum bikin mas lemes.”
Julian terkekeh kecil, “mas Galih ada-ada saja, jangan lebay dong.”
“Tapi serius senyuman kamu, senyuman yang paling indah yang pernah Mas lihat.”
Julian merona, pipinya berubah menjadi kemerahan karena Galih baru saja memuji senyumannya.
Galih tersenyum tipis, ia selalu suka saat pipi berisi milik Julian di hiasi oleh rona kemerahan.
“Adek Juli ada agenda apa hari ini?”
“Kayanya cuman mau ke toko buku aja!”
“Mau mas anter?”
Julian terdian sejenak, “mas engga sibuk kah?”
Pertanyaan Julian hanya di jawah dengan gelengan oleh Galih, Julian mengangguk setuju untuk pergi ke toko buku bersama tetangganya itu.
“Mas Galih lihat! Buku ini cantik bukan?” Ujar Julian sembari menunjukan buku bersampul cokelat dengan gambar snowman yang di gambar menggunakan pensil sepertinya.
“Cantik, tapi menurut Mas lebih cantik yang lagi megang buku ketimbang bukunya.”
Julian terkekeh kecil setelah mendengar kata-kata manis yang keluar dari ranum seorang Galih.
“Juli mau lihat buku yang Mas Galih pilih.”
Tanpa merasa keberatan Galih memperlihatkan buku yang terlihat kuno namun lucu di saat bersamaan.
“LUCU BANGET!! Mas Galih pinter milih buku.” Puji Julian buat Galih tersenyum tipis.
Kini keduanya sedang mengantri untuk membeli buku yang baru saja mereka pilih tadi.
Tiba-tiba atensi Julian teralihkan kala melihat mainan bebek yang terbuat dari kayu, ia menoleh kearah Galih yang sibuk dengan gadgetnya.
“Mas Galih, bebeknya lucu..”
Galih menatap ke arah yang di tunjuk oleh Juli, tanpa berbicara apapun Galih mengambil 2 bebek yang terbuat dari kayu tersebut, yang satu memakai topi sedangkan yang satu lagi memakai mahkota bunga.
“Ini satu buat Mas, dan satu lagi buat kamu.”
Julian tersenyum manis sampai matanya menyipit, membuat Galih lemas sendiri melihat kemanisan yang ada di depannya.
“Terimakasih Mas Galih!” Ujar Julian girang karena Galih mau membelikan mainan bebek kayu tersebut.
“Sehabis ini, kita kemana lagi mas?”
“Kamu lapar? Mas lapar, gimana kalau kita makan saja?” Tanya Galih yang di jawab oleh anggukan kecil dari Julian.
Julian dan Galih kini duduk berhadapan di dalam restoran yang mereka datangi.
Julian sibuk memakan pesanannya sedangkan Galih hanya menatap Julian dengan senyum yang perlahan terbit di wajahnya.
“Mas Galih itu makanannya di makan, nanti ga enak kalau sudah dingin.” Galih tidak berkutik sama sekali, ia masih setia memandang wajah indah kepunyaan Julian.
Julian menghela nafasnya pelan, menyendok nasi goreng pesanan Galih lalu mengangkat sendok itu dan mengarahkannya ke ranum Galih.
“Makan, Mas.”
Galih yang baru sadar dari lamunannya membuka mulutnya agar Julian bisa bebas menyuapi dirinya.
“Nah gitu, selanjutnya Mas habisin sendiri makanannya.”
“Suapin Mas terus dong Juli, nanti Mas juga suapin Juli.” Tawar Galih yang di balas kekehan geli dari Julian.
“Mas kayak masih umur 5 tahun saja, makannya harus di suapi, yaudah sini aku suapin.” Ucap Julian lembut lalu mengambil sendok dan menyendok makanan yang di pesan Galih.
“Buka mulut kamu mas.”
Galih menurut, ia buka mulutnya menerima makanan yang di berikan oleh Julian.
“Terimakasih untuk hari ini ya mas, aku seneng bisa jalan sama mas Galih, lain kali kerumah ya mas!”
Galih tersenyum kecil, “iya nanti mas akan mampur kalau sempat, selamat istirahat adek lian.”
“Lian? Nama panggilannya lucu hihi.” Balas Julian di akhir kekehan kecil buat Galih kembali tersenyum karena tingkahnya.
“Hm, mas Galih bikin khusus adek lian panggilannya, yasudah sana masuk. Sudah jam 8 pasti ibu nyari kamu.”
Julian mengangguk, sebelum itu ia mendekat kearah Galih memberikan kecupan singkat di pipi Galih dan berbaik badan untuk membuka pintu rumahnya.
Galih yang di perlakukan seperti itu, tentu merona.
“Terimakasih sekali lagi mas, ciuman tadi aku berikan sebagai hadiah.” Ujar Julian sebelum masuk ke dalam rumahnya, meninggalkan Galih yang masih memproses keadaan yang terjadi di depan rumah Julian.
—Fin